Aku masih bisa melihat setiap
kebahagian dari semua sisi pada rumah sederhana difoto ini. Perumahan BTN KM 6,
blok F, nomor 18, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak Sri Indra Pura, Pekanbaru,
Riau. Inilah rumah masa kecil ku yang menjadi saksi bisu kebahagiaan dari
kehidupan keluarga ku yang pernah aku rasakan selama 12 tahun lamanya. Sedari
kecil hingga aku kelas 6 SD dan usia ku 12 tahun, aku tumbuh dan besar
diperantauan tersebut. Selama 12 tahun sebelum penyakit ku mengharuskan aku pindah
ke kampung halaman, aku menemukan dan merasakan banyak kebahagian dan
kehangatan kasih sayang didalam rumah yang sederhana ini. Rumah lama ku ini
memang sangat sederhana namun kesederhanaan itulah yang menghantarkan banyak
kebahagian didalam hidup ku. Dimana selama 12 tahun itu aku besar didalam
asuhan kedua orang tua ku yang masih lengkap dan semua masih sehat. Aku masih
bisa melihat saat mama menjemur kasur dihalam rumah, aku yang jika pintu pagar
depan dikunci justru keluar dari pintu rumah tetangga disabelah. Aku masih bisa
melihat saat papa menebang cabang pohon nangka didepan rumah ku ini karena
orang-orang mengatakan jika pohon nangka bercabang dua dan tidak bisa berbuah
maka cabang dari pohon nangka tersebut harus ditebang dulu baru pohon nangka
bisa berbuah, dan ternyata itu benar. Aku masih bisa melihat dulu disamping
rumah ada pohon jambu yang rindang, kami sering memanen buahnya dan daunnya
sering mama jadikan obat tradisional. Bunga-bunga mama didepan rumah yang
tertata rapi, bunga paku suplir yang selalu mama siram setiap hari. Bahkan aku
masih bisa melihat kamar bagian depan ditempati oleh mama dan aku pada kamar
bagian tengah. Mama selalu menyenterkan aku dari lubang lampu dibagian atas
kamar mama ketika aku akan tidur sembari aku memperbaiki kelambu ku. Karena aku
sudah terlebih dahulu mematikan lampu kamar ku. Setelah itu aku melanjutkan
dengan berdoa dan memeriksa lampu rice cooking mama dari kamar ku yang jendelanya
menghadap ke dapur. Aku melihat setiap hari sebelum aku berangkat sekolah aku
selalu berteriak dari depan rumah “ma
indah berangkat, assalamualaikum!”
Itu selalu dan setiap hari kecuali hari minggu karena libur sekolah.
Kebahagian dengan cara yang sederhana. Aku melihat di sana saat bulan ramadhan
tiba kami sahur dan berbuka bersama didapur, saat papa bekerja kami selalu
menunggu papa pulang kerja dulu barulah sahur ataupun berbuka puasa bersama. Saat
malam minggu datang aku dan mama kerap menghabiskan waktu dengan menonton
sinetron indosiar yang sedang buming saat itu. Bahkan seisi rumah itu masih
bisa aku bayangkan. Ada kursi, lemari-lemari, kasur untuk menonton tv, tv, cd,
guci, bunga-bunga, mesin cuci, foto-foto dan piagam papa yang tertata rapi dan
itu semua hasil tataan dari mama ku.
Tak terasa berlinang air mata ku
menceritakan semuanya. Rasanya ingin ku ulang setiap kebahagiaan yang pernah
aku rasakan saat itu, namun waktu tidak akan pernah bisa kembali, aku hanya
bisa mengingat dan menyimpan semua didalam ingatan ku. Dan membiarkan semua
menjadi sebuah kenangan. Semua mungkin memang telah berubah. Apa yang aku
rasakan saat ini jauh sekali dari kebahagiaan. Yang terasa hanya kepiluan hati,
kesedihan diri, kerapuhan, dan keterpurukan, meratapi nasib dan kehidupan,
membayangkan bagaimana masa depan. Namun setidaknya kelak jika aku menikah dan punya
anak, aku bisa bercerita banyak tentang kisah hidup ku kepada mereka,
setidaknya cerita ku mampu memotivasi mereka. Cerita tentang kebahagiaan yang
tiba-tiba hilang dan berganti dengan kesedihan, tentang sebuah kesabaran dan
perjuagan, tentang hal sulit yang selalu aku mudahkan, tentang semangat yang
tidak pernah hilang. Dan aku bisa berkata pada setiap kesedihan yang datang jika
aku pernah merasakan kebahagiaan yang luar biasa bersama keluarga tercinta
yaitu papa, mama, dan adik ku dengan cara yang sederhana didalam rumah yang
sederhana, walaupun itu dulu, namun pernah, dan aku sangat bahagia saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar