Sabtu, 16 Juli 2016

Tidak Perlu Menunggu Kaya Untuk Bahagia


          Aku masih bisa melihat setiap kebahagian dari semua sisi pada rumah sederhana difoto ini. Perumahan BTN KM 6, blok F, nomor 18, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak Sri Indra Pura, Pekanbaru, Riau. Inilah rumah masa kecil ku yang menjadi saksi bisu kebahagiaan dari kehidupan keluarga ku yang pernah aku rasakan selama 12 tahun lamanya. Sedari kecil hingga aku kelas 6 SD dan usia ku 12 tahun, aku tumbuh dan besar diperantauan tersebut. Selama 12 tahun sebelum penyakit ku mengharuskan aku pindah ke kampung halaman, aku menemukan dan merasakan banyak kebahagian dan kehangatan kasih sayang didalam rumah yang sederhana ini. Rumah lama ku ini memang sangat sederhana namun kesederhanaan itulah yang menghantarkan banyak kebahagian didalam hidup ku. Dimana selama 12 tahun itu aku besar didalam asuhan kedua orang tua ku yang masih lengkap dan semua masih sehat. Aku masih bisa melihat saat mama menjemur kasur dihalam rumah, aku yang jika pintu pagar depan dikunci justru keluar dari pintu rumah tetangga disabelah. Aku masih bisa melihat saat papa menebang cabang pohon nangka didepan rumah ku ini karena orang-orang mengatakan jika pohon nangka bercabang dua dan tidak bisa berbuah maka cabang dari pohon nangka tersebut harus ditebang dulu baru pohon nangka bisa berbuah, dan ternyata itu benar. Aku masih bisa melihat dulu disamping rumah ada pohon jambu yang rindang, kami sering memanen buahnya dan daunnya sering mama jadikan obat tradisional. Bunga-bunga mama didepan rumah yang tertata rapi, bunga paku suplir yang selalu mama siram setiap hari. Bahkan aku masih bisa melihat kamar bagian depan ditempati oleh mama dan aku pada kamar bagian tengah. Mama selalu menyenterkan aku dari lubang lampu dibagian atas kamar mama ketika aku akan tidur sembari aku memperbaiki kelambu ku. Karena aku sudah terlebih dahulu mematikan lampu kamar ku. Setelah itu aku melanjutkan dengan berdoa dan memeriksa lampu rice cooking mama dari kamar ku yang jendelanya menghadap ke dapur. Aku melihat setiap hari sebelum aku berangkat sekolah aku selalu berteriak dari depan rumah “ma indah berangkat, assalamualaikum!  Itu selalu dan setiap hari kecuali hari minggu karena libur sekolah. Kebahagian dengan cara yang sederhana. Aku melihat di sana saat bulan ramadhan tiba kami sahur dan berbuka bersama didapur, saat papa bekerja kami selalu menunggu papa pulang kerja dulu barulah sahur ataupun berbuka puasa bersama. Saat malam minggu datang aku dan mama kerap menghabiskan waktu dengan menonton sinetron indosiar yang sedang buming saat itu. Bahkan seisi rumah itu masih bisa aku bayangkan. Ada kursi, lemari-lemari, kasur untuk menonton tv, tv, cd, guci, bunga-bunga, mesin cuci, foto-foto dan piagam papa yang tertata rapi dan itu semua hasil tataan dari mama ku.
            Tak terasa berlinang air mata ku menceritakan semuanya. Rasanya ingin ku ulang setiap kebahagiaan yang pernah aku rasakan saat itu, namun waktu tidak akan pernah bisa kembali, aku hanya bisa mengingat dan menyimpan semua didalam ingatan ku. Dan membiarkan semua menjadi sebuah kenangan. Semua mungkin memang telah berubah. Apa yang aku rasakan saat ini jauh sekali dari kebahagiaan. Yang terasa hanya kepiluan hati, kesedihan diri, kerapuhan, dan keterpurukan, meratapi nasib dan kehidupan, membayangkan bagaimana masa depan. Namun setidaknya kelak jika aku menikah dan punya anak, aku bisa bercerita banyak tentang kisah hidup ku kepada mereka, setidaknya cerita ku mampu memotivasi mereka. Cerita tentang kebahagiaan yang tiba-tiba hilang dan berganti dengan kesedihan, tentang sebuah kesabaran dan perjuagan, tentang hal sulit yang selalu aku mudahkan, tentang semangat yang tidak pernah hilang. Dan aku bisa berkata pada setiap kesedihan yang datang jika aku pernah merasakan kebahagiaan yang luar biasa bersama keluarga tercinta yaitu papa, mama, dan adik ku dengan cara yang sederhana didalam rumah yang sederhana, walaupun itu dulu, namun pernah, dan aku sangat bahagia saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar