Kali ini aku
telah mendapatkan jawaban dari pertanyaan panjang ku. Yaitu pertanyaan mengenai
status hubungan ku, hubungan yang 8 bulan belakangan ini sudah sangat
menyusahkan aku. Seminggu yang lalu tuhan memberi kesempatan pada ku untuk bisa
bertemu bertatap muka berdua dengannya, membicarakan hal yang sedikit sulit
untuk dicerna oleh logika. Dan kali ini rasanya ingin aku tumpahkan semua
kata-kata yang tertahan diujung lidah ku dengan panjangnya postingan ku.
Delapan bulan
belakangan ini sepertinya tuhan memang tengah sangat menguji ku. Hubungan yang
sudah lima tahun aku jalani ini kini menggantung untuk ku. Aku yang tak tau
mengapa, ada apa, dan harus bagaimana membuat aku menerka-nerka sendiri dengan
bahasa ku. Namun kini aku sudah bisa kembali memposisikan diri ku. Seminggu
yang lalu aku berhasil menemui kekasihku itu, ia mengawali pertemuan kami hari
itu dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada ku “kenapa masih mau pada
ku?”, Yang maksudnya ia bertanya mengapa aku masih menginginkannya.
Ntah apa maksudnya bertanya seperti itu pada ku, bisa jadi ia menyadari sesuatu
yang mungkin tak bisa ia ceritakan pada ku. Namun yang pasti aku sama sekali
tak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku sempat terdiam sejenak menghela nafas dan
menahan tangis yang rasanya telah sampai di ujung kelopak mata ku. Aku hanya
bisa menjelaskan padanya sesuatu yang memang seharusnya ia tau dari ku. Bahwa
sebenarnya tak ada jawaban dan alasan kenapa aku masih menginginkannya, karena
bagi ku aku mencintai dan menyayanginya dan karena itu aku masih
menginginkannya dan karena itu pula aku terus mempertahankan dan
memperjuangkannya ada ataupun tanpa ia menganggap keberadaan ku.
Selesai pada
pertanyaan itu ia juga menjelaskan sesuatu pada ku, ia mengatakan bahwa saat
ini dirinya tengah bosan, bosan pada ku, dan pada semua yg ada. Ia ingin bebas,
tanpa ada yang mengatur dan melarangnya, tanpa ada yang cemburu dengan semua
kegiatannya, tanpa ada ikatan dan status yang menyulitkannya dan karena itu ia
mengantungkan hubungan ini pada ku. Sesungguhnya disanalah letak perbedaan itu.
Ia yang lebih tua 5 tahun dari ku dan memiliki pola pergaulan yang lebih luas
dari ku sebenarnya sudah menjadi tugas ku untuk mengerti setiap rutinitasnya.
Bukankah selama ini aku tak pernah membatas-batasi geraknya, apa lagi
melarang-larang kegitannya. Selama di Padang aku mungkin acap kali berkoar tak
menyukai hobi gamenya namun kendati aku tetap mengizinkan ia untuk bermain
game. Aku sadar betul saat ini kebosanan memang tengah membelenggu perasaan
kekasih ku itu, dan menghadirkan diskomunikasi adalah caranya untuk menjauhi
ku. Namun bukankah sebenarnya kebosanan itu adalah suatu ciri dari kestabilan
sebuah hubungan, untuk sadar betapa kekanak-kanakannya menyudahi sebuah
hubungan hanya karena bosan. Butuh pribadi yang dewasa dan berani berkomitmen
untuk menyikapinya. Tapi dibalik semua itu ia telah menjawab pertanyaan panjang
ku, sebuah argument yang dapat meyakinkan aku bahwa penantian ku bukan suatu
hal yang sia-sia untuk aku teruskan. Ia kembali menjelaskan pada ku, bahwa
suatu hari nanti ia tetap ingin membina keluarga dan menikah dengan ku terlepas
bagaimana pula lagi nanti permainan tuhan setelah ini pada ku. Ya, hanya itu
yang perlu aku tau, yaitu penantian ku bukan suatu hal yang sia-sia dan karena
itu aku melanjutkan untuk menunggu walaupun untuk saat ini ia tak bisa
memastikan apa namanya hubungan yang menggantung diantara kami ini.
Ia meminta aku
untuk menunggunya, karena keinginannya untuk menghalalkan aku itu ada hanya
saja tak tau kapan waktunya. Aku sedikit menyangga perkataannya mengenai hal
yang satu ini “kenapa aku yang harus menunggu mu? Seharusnya kamulah yang
menunggu ku, aku belum menjadi siapa-siapa, aku belum menyelesaikan kuliah ku,
adik ku juga belum menyelesaikan sekolahnya dan kamulah yang seharusnya
menungguku” ternyata ia menghawatirkan aku, menghawatirkan jikalau suatu
hari nanti akan ada orang lain yang lebih dulu meminang ku, seperti banyak
kejadian yang sudah-suudah didesa ku. Mungkin wajar jika ia meghawatirkan hal
itu terjadi pada ku karena pada kenyataannya akupun menghawatirkan hal yang
sama terjadi pada nya. Tapi seharusnya dia tau bahwa kekhawatiran itu ada untuk
dihadapi bersama bukan membiarkan salah satu menghadapinya sendiri.
Menanggapi
permintaannya untuk menunggu hingga ia siap menghalalkan ku, aku menjelaskan
padanya sesuatu yang memang tak bisa aku ceritakan secara detail, cukup aku dan
orang-orang terdekat ku yang tau bahwa aku memiliki prinsip dalam mencintainya
namun tak perlu ia tau apa prinsip itu, cukup ingat saja jika aku tetap
inginkan dia dan aku tetap menunggunya. Sekalipun tidak ada yang percaya jika
prinsip itulah yang sebenarnya menguatkan aku. Aku memang tidak menjanjikan
pasti prinsip itu padanya karena islam memang tidak membenarkan berjanji yang
berarti memastikan sesuatu. Namun aku mengatakan padanya meski prinsip yang ku
pegang itu bukan sebuah janji namun ia bisa memagang perkataan ku, bahwa aku
mempunyai prinsip mencintainya. Dan jangan jadikan kekhawatiran itu sebagai
sesuatu yang menakutkan untuk mempertahankan aku.
Pada pertemuan
hari itu, ia juga sempat mengomentari penampilan ku. Salah satunya mengenai
make up ku. Ia sedikit menggerutu melihat tebalnya alis mata ku. Seperti
komentar yang pernah aku terima sebelumnya, dulu ia pernah mengomentari
eyeliner atas dan bawah mata ku, lantas aku pun langsung menghilangkan eyeliner
itu dari mata ku bahkan hingga hari ini aku sama sekali sudah tidak lagi
menggunakan eyeliner dimata ku. Dan saat itu aku sempat mengatakan padanya
untuk tidak mengomentari alis mata ku karena alis mata ku sangat tipis sehingga
aku memerlukan pensil alis agar terlihat tebal dan agar mata ku bisa terlihat
lebih hidup. Namun kali ini ia mengomentari alis mata ku, dengan penuh
kesadaran ini juga adalah kesalahan ku mungkin terlalu menebal-nebalkan alis
mata ku, dan dari hari ia menegur ku itu. Akupun memutuskan untuk tidak lagi
menggunakan pensil alis. Namun sebenarnya ada sesuatu yang harus ia sadari dari
aku, yaitu saat ini aku bukan lagi gadis kecil pelajar SMA dengan wajah polos
tanpa riasan apa-apa seperti awal ia mengenal ku 5 tahun yang lalu, ia juga
harus menyadari bahwa lamanya waktu yang berjalan di antara kami ternyata telah
membawa aku menjadi seorang remaja dewasa yang sudah mulai berbaur dengan
orang-orang di atas pelajar SMA yaitu guru-gurunya dan wajar saja jika aku
sedikit menyesuaikan penampilan ku. Aku senang ia mau mengomentari penampilan
ku, karena dengan begitu aku bisa membenahi diri ku dan ada satu hal yang juga
harus ia tau dari ku yaitu akulah orang yang mau berubah dan mau menerima
setiap masukan dan saran darinya.
Aku memang tidak sama dengan perempuan pada umunya, namun yang seperti ku tidak akan ada, jikalah perempuan diluar sana
bisa bergonta ganti pasangan sesuka hatinya namun tidak untuk ku. Tak ada waktu
jika harus mempermainkan perasaan laki-laki hanya untuk kesenangan ku. Mungkin
karena keadaan didalam rumah yang sudah sangat memusingkan aku sehingga
membuat aku berfikir jika memang tidak untuk diseriuskan untuk apa di jalankan.
Toh ujungnya hanya akan membuat pilu hati ku dan menambah beban fikiran ku. Dan
mungkin karena itulah sejauh hubungan ini berjalan yaitu 5 tahun aku mulai
memikirkan masa depan hubungan ini, mengingat saat ini diri ku hanya hidup
seorang diri dan sejujurnya aku merasa kesepian 5 tahun belakangan ini.
Namun bedanya jika aku pernah nyaman pada seseorang aku enggan meninggalkannya
apa lagi beranjak darinya. Bukankah orang-orang bisa melihat banyak contoh dari
ku. Sejak SMP kelas 3 aku mempunyai seorang sahabat perempuan bahkan hingga
hari ini kami masih bersahabat, hubungan diantara kamipun masih terjalin baik,
kami tak pernah ribut apa lagi hingga tak bertegur sapa. Meskipun saat ini kami
kuliah di daerah yang berbeda namun saat ada kesempatan untuk bertemu seperti libur
semester aku ataupun dia selalu menyempatkan diri untuk bertemu. Begitu pula
dengan sahabat perempuan ku yang satu lagi, aku mengenalnya sudah sejak aku
menginjak kelas 2 SMA hingga ia akan menikah selang beberapa bulan lagi
persahabatan kami masih seerat dulu, kami juga kuliah dengan jurusan dan ditempat
yang berbeda, namun saat hari libur acap kali kami saling berkunjung walau
sekedar hanya untuk bercengkrama saja. Dan seperti itu pula urusan cinta ku.
Lima tahun hubungan ini ada, aku masih nyaman pada satu laki-laki yang berhasil
mencuri hati ku. Meskipun hubungan ini LDR, ia tak melihat rutinitas ku, kendati
tak pernah ada niat untuk berpaling darinya, padahal di kota ku, aku tinggal
berbaur dengan banyaknya laki-laki disekeliling rumah ku, jika aku mau bisa saja
aku memilih salah satu dari mereka itu. Aku juga perempuan yang paling detail untuk semua urusan, termasuk urusan cinta ku. Saat bepergian dengannya aku bisa bertanya hingga berulang kali jika urusan hp atau dompet, takut-takut tertinggal di tempat kami berhenti. Aku juga selalu mengingat moment-moment dalam hubungan ku bahkan aku mencatat semuanya didalam diary ku, aku mencatat apa saja hal yang tak ia sukai, aku memperhatikan apa saja yang ia perlukan. Sehingga saat perayaan moment-moment tertentu aku tau kado apa yang harus aku beri untuknya. Saat ia mulai sibuk dengan tugas wasitnya aku melihat ia membutuhkan jam tangan, dan saat ia kembali dari Batam aku melihat ia membutuhkan tas ransel, dan saat hubungan ini mulai renggang aku melihat ia membutuhkan cincin di tangan. Namun itulah aku. Berusaha mendewasakan
diri adalah salah satu komitmen ku, menyadari bahwa komunikasi adalah satu hal
yang penting dalam sebuah hubungan adalah prioritas ku. Itulah mengapa aku
bersikeras ingin mengembalikan hubungan ini seperti sediakala. Jikalau ada
pertanyaan yang sampai di telinga ku. “Apakah aku tidak bosan, apakah aku
tidak lelah?” Sejujurnya “iya!” namun menyadari betapa
kekanak-kanakannya menyudahi hubungan hanya karena bosan juga merupakan sugesti
dalam fikiran ku. Dan karena itulah aku terus mempertahankan apa yang telah aku
mulai dengan baik dari 5 tahun yang lalu.
Terkadang aku
berfikir, seandainya dia tau bagaimana rasanya menjadi aku, apakah ia akan
mengerti kesedihan ku saat ini? Sedikit menyalin kembali isi diary ku disini.
Delapan bulan belakangan, hubungan ini memang sudah sangat menyulitkan aku.
Bagaimana tidak. Hubungan ini mengantung untuk ku. Aku berusaha meluruskan
segala kemiringan yang terjadi diantara kami namun aku tak bisa. Saat itu aku
mengunjunginya ke Muara Bulian untuk kali petama, libur semester yang lebih
dari dua minggu hanya aku lewati seminggu di kampung, selebihnya aku
menghabiskan libur di Muara Bulian. Bersyukurnya aku. Aku mempunyai teman-teman
yang cukup bisa menopang kesedihan ku. Saat itu aku sedikit berhasil
memperbaiki hubungan ku, komunikasi yang merupakan kendala terbesar didalam
hubungan ku mulai membaik. Tapi sayangnya keadaan baik-baik saja itu hanya
bertahan saat itu saja. Padahal saat kunjungan pertama, aku sempat berfikir
hubungan ini benar-benar sudah membaik sehingga timbul argument ku “nanti
saat aku kembali mengunjungi kota ini, semoga status ku bukan lagi sekedar
kekasih untuknya tapi seorang istri untuknya, sehingga saat kunjungan ku berikutnya
aku tak susah merepotkan teman-teman ku untuk menumpang tinggal karena aku sudah
bisa ikut tinggal bersamanya sebagai suami ku” Namun kenyataannya tak
sampai sebulan seusai kunjungan pertama ku keadaan kembali memburuk. Kesalahan
kecil selalu dibesar-besarkan, sehingga membuat konsentrasi ku menjadi
terganggu. Tiga bulan dari kunjungan pertama ku fikiran ku terus mengantung dan
bertanya ada apa dengannya? Tak puas dengan hal itu lantas aku kembali
mengunjunginya ke Muara Bulian untuk kali kedua, tepatnya sebelum UAS ku. Tujuan
ku masih sama yaitu tekat ku ingin mengembalikan hubungan ini seperti sedia
kala. Keputusan ku untuk kembali mengunjunginya itu bukan semata-mata karena
ambisi ku namun juga telah menimbang banyak hal dari ku. Diantaranya aku
berharap dengan kunjungan kedua sebelum UAS ku itu, keadaan hubungan ku bisa
membaik sehingga aku bisa fokus saat UAS, selain dari pada itu masa PL 5 bulan
setelah lebaran yang tidak memungkinkan aku mengunjunginya itupun membuat aku
mengunjunginya jauh-jauh hari sebelum PL dimulai, tapi disamping semua
pertimbangan itu sebenarnya ada banyak hal yang aku korbankan, diantaranya
adalah waktu, aku terpaksa memilih minggu tenang yang hanya sebentar untuk
mengunjunginya dengan resiko aku harus menunda menyelesaikan semua tugas
semester yang harus aku selesaikan selama libur minggu tenang dan harus aku
kumpulkan saat UAS waktu itu; kedua jarak, jauhnya jarak antara Muara Bulian
dan Padang sepertinya memang menjadi sesuatu yang harus aku lawan sekalipun ada
perasaan takut ku saat berjalan jauh sendirian, belum lagi saat dijalan aku
adalah orang yang mabuk perjalanan, tapi mengingat dulu saat masa PL kekasih ku
itu ia tak pernah bosan mengunjungi ku sekali dalam dua Minggu dan akupun
selalu menunggu kedatangannya ketika itu maka tak ada salahnya saat ini ketika
aku sudah mulai bisa bepergian sendirian adalah giliran ku yang mengunjunginya
walau hanya beberapa hari saja disana; tiga biaya, untuk hal ini aku menjadi
merasa sangat berdosa, dari mana aku dapatkan biaya untuk mengunjunginya ketika
itu yang jelas cara ku saat itu benar-benar mendurhakai diri ku, tak mungkin
aku ceritakan disini tapi diary ku sudah cukup lengkap menceritakan kedurhakaan
ku. Ampunilah aku. Setelah merasa semua perencanaan untuk kunjungan kedua
matang dengan semangatnya aku beranjak meninggalkan kota Padang. Namun ternyata
sesampainya aku disana. Pilu jika harus menyalin isi diary ku untuk cerita yang
satu ini. Tapi yang paling menyedihkan untukku saat itu adalah ketika aku akan
kembali ke kota Padang, tak seperti kunjungan pertama ku, pada kunjungan kedua
ini ia tak turut serta mengantar ku saat akan menunggu bus yang akan aku naiki
ke kota Padang. Keadaan mata ku yang rabun dan tak bisa dengan jelas melihat
ini merupakan kendala ku saat melihat kedatangan bus dari arah Jambi.
Teman-teman bahkan kakaknya menanyakan pada ku, kemana ia saat itu? Tapi tak
satupun pertanyaan itu bisa aku jawab dengan benar. Sepanjang perjalanan menuju
kota Padang air mata ku mengalir dalam gelapnya suasana malam. Sungguh kujungan
ku kesana bukan untuk liburan seperti yang ia fikirkan.
Beranjak dari
kunjungan kedua ku, ramadhanpun menyapa ku dengan lembut setelah itu. Aku
menghabiskan tiga minggu ramadhan di kota Padang. Hal itu aku pilih mengingat
saat kunjungan ku ke Muara Bulian aku sempat berpesan pada kekasih ku itu jika
aku akan berpuasa di Padang hingga akhir Juni. Selain tak ada keluarga yang
benar-benar memberatkan aku untuk pulang kampung dan berpuasa dikampung
berharap kedatangan kekasih ku itu juga merupakan alasan mengapa aku memilih
menghabiskan tiga minggu ramadhan di kota Padang. Namun ternyata hingga
ramadhan berlalu ia tak datang menemui ku. Sempat aku ditimpa musibah ketika
ramadhan itu. Hari kedua berpuasa aku terjatuh dikamar mandi. Keadaan ku sangat
parah, bahkan aku hampir mati karena kejadian itu, kepala ku terbentur di
kramik kamar mandi sehingga bengkak, seluruh tubuh ku biru dan sakit, bahkan
untung mengoles salaf kekepalapun aku tak bisa. Bayangkan, ketika itu di kos
hanya ada aku, tak ada yang menjenguk ku, bahkan menelepon ku, aku memang
sengaja tak memberi tau siapa-siapa musibah itu karena berpuasa di Padang
adalah keputusan ku. Aku hanya memberi tau keadaan ku pada kekasih ku, tapi
sayangnya ia tak begitu memperdulikan keadaan ku. Bagaimana aku setelah itu,
dimana aku berobat, bagaimana perkembangan keadaan ku ia tak menanyakannya pada
ku, padahal dulu ketika aku kecelakaan ia yang mengoles salaf di kepala ku
bahkan hingga aku terlelap di pangkuannya. Tiba-tiba aku tersadar, mungkin itu
adalah cara tuhan menyadarkan aku bahwa aku telah berlebih-lebihan dengan perasaan
ku. Tuhan sengaja membenturkan kepala ku ke kramik agar aku sadar apa yang ada
di dalam semangat ku hanya sebuah nafsu dunia yang tidak terbalas. Aku berusaha
mencari celah agar mendapat kejelasan tentang hubungan ini. Bahkan ketika ia
baru mencari ku saat masa sulitnya aku tetap ada untuknya.
Pernahkah
kalian menolong sesama? Menolong apa membantunya? Ternyata menolong dan
membantu itu berbeda. Hari itu. Ia memiskol ku, setelah beberapa minggu dari
kunjungan ku itu membuat kami kembali diskomunikasi. Ku kira ia telah salah
menekan nomor telepon. Ternyata tidak, ia memiskol ku untuk memastikan aktif
atau tidak nomor ku dan setelah itu ia menelepon line aku hingga pagi
menjelang. Seperti biasa ternyata ia mencari ku karena memang ia tengah
membutuhkan bantuan ku, ntah untuk apa gunanya yang jelas hari itu ia meminjam
sejumlah uang yang tidak sedikit pada ku dan meminta aku untuk mentransfer
sebelum jam 8 pagi. Aku yang sangat sulit bangun pagi terpaksa memasang alarm
di hp dan segera mentransfer sejumlah uang seperti yang ia minta tepat di jam 8
pagi. Aku sempat memastikan pada pihak terkait tentang kegunaan uang itu namun
ternyata apa yang aku peroleh berbeda dengan apa yang ia katakan pada ku. Tapi
aku tak berkomentar apa-apa sekalipun aku tau kebenarannya, karena menurut ku
ia hanya meminjam uang ku, ya tugas ku hanya mentransfer dan menunggunya
mengganti. Akupun memberi jeda beberapa minggu untuk ia mentransfer uang itu
kembali pada ku mengingat uang itu akan aku gunakan sebagai ongkos ku
berkunjung ke Pekanbaru, tapi karena masih belum ada respon apa-apa darinya
akupun mencari pinjaman uang pada teman ku untuk ongkos keberangkatan ku ke
Pekanbaru, dan kembali aku memberi jeda agar ia menganti seusai liburan ku saja
sebelum aku kembali ke Kerinci. Namun ternyata sesampai aku di Pekan adik
sepupu ku tiba-tiba mengajak aku untuk ikut berbuka puasa bersama teman-temannya
disebuah hotel berbintang yang saat itu menghabiskan bajed lebih dari 700.000.
Karena tak enak menolak ajakannya akupun mengikuti adik ku itu. Aku kembali
menghubungi kekasih ku menanyakan uang yang ia pinjam ketika itu, tapi apa yang
aku peroleh, saat itu tiba-tiba teman ku menelepon ku mengatakan bahwa kekasih
ku mencoba menggodanya dengan meneleponnya. Alangkah terkejutnya aku, padahal
sedari pagi aku mencoba menghubungi kekasih ku tapi telepon ku dimatikan, sms
ku tak di balas, jangankan berkata uangnya belum ada, berkata uangnya sedang
diusahakan saja tidak. Aku benar-benar kalang kabut hari itu. Tak ada
sepeserpun uang yang tersisa di dompet ku. Dan syukurnya adik ku cukup mengerti
aku, ia meminjamkan aku uang hari itu. Benar tak habis fikir ku ternyata itulah
perbedaan menolong dan membantu. Ada kala kalian harus iklas menolong seseorang
sekalipun balasan yang kalian terima berbeda. Bahkan hingga hari ini aku sudah
mengganti uang teman ku yang aku pinjam untuk ongkos keberangkatan ku ke
Pekanbaru hari itu dengan uang semester ku, yang akibatnya kali ini aku
kekurangan uang semester ku dan sekarang yang ada difikiran ku bagaimana
caranya aku harus lebih dulu ke Padang mengurus despensasi atau membayar
setengah dulu uang semester ku. Setelah aku bertanya pada teman-teman ku yang
pernah membayar setengah uang semesternya dan alhamdulillah mungkin memang
rezeki ku ternyata pembayaran setengah uang semester atau despensasi pembayaran
hanya berlaku pada semester ganjil dan tidak berlaku pada semester genap karena
pada semester genap diadakan pembukuan oleh pihak kampus dan saat ini adalah
semester ganjil ku, yang berarti aku bisa membayar setengah dulu uang semester
ku. Tinggal aku berfikir bagaimana cara ku mencari tambahan uang semester yang
telah terpakai oleh ku sebelum Desember mendatang. Ya seperti itulah aku, aku
menolong bukan karena aku kaya tapi karena aku tau bagaimana rasanya tidak
punya. Dan orang tua selalu ingin aku menjadi seseorang yang tulus dalam
berbuat baik, walaupun tidak harus dibalas baik, karena ketulusan sudah jauh
lebih baik.
Masih dalam
suasana ramadhan, kekasih ku itu sudah jauh-jauh hari mendapatkan libur dari
sekolah tempat ia mengajar. Karena mengingat tanggal 3 Juli kemarin adalah
anniversary hubungan kami yang kelima tahun, akupun memintanya untuk segera
pulang kampung dan melaksanakan buka puasa bersama dengan ku di hari itu.
Karena aku mendengar ia cukup sering buka puasa bersama teman-temannya disana,
fikir ku tak salah jika aku meminta waktunya sekali untuk berbuka puasa bersama
yang kebetulan bertepatan dengan anniversary kami. Namun karena diskomunikasi
yang terjadi diantara kami membuat aku tak dapat memastikan kepulangannya
ketika itu. Setau ku anniversary adalah sesuatu yang sangat istimewa dan selalu
ingin kami lalui berdua dan biasanya juga dulu ia rela menunggu bus hingga
malam dan mencari tumpangan hanya untuk pulang merayakan ulang tahun nya ke 21
yang bertepatan dengan idul adha beberapa tahun yang lalu dan ku kira akan sama
untuk perayaan yang satu ini, karena keyakinan ku itu lah aku menolak semua
undangan buka puasa bersama pada tanggal 3 juli itu, salah satunya buka puasa
bersama IMAPELKETA. Melihat sudah mendekati pukul 6 sore akupun meninggalkan
rumah dan beranjak menuju kota Sungai Penuh untuk berbuka puasa
bersamanya. Tempat yang lebih dulu sudah jauh-jauh hari ku pesan dengan
membayar dp membuat aku tak perlu terburu-buru sore itu. Sesampainya aku di
Sungai Penuh aku memilih untuk menunggunya di lapangan merdeka tepatnya di
depan gedung nasional sebelum nanti bersama-sama menuju tempat berbuka puasa
yang telah ku pesan tersebut. Keadaan malam yang mecekam, dingin, dan suasana
sepi karena memang itu jam buka puasa sedikit menakutkan untuk ku. Namun aku tetap
melanjutkan menunggunya disana, lama aku menunggu dilapangan merdeka tapi ia
tak kunjung datang, sms ku tak dibalas, telepon ku dimatikannya, hingga beduk
magribpun berbunyi ia masih belum datang, rasanya magh ku mulai perih. Aku
mencoba kembali mengiriminya sms, dan ternyata ia membalas bahwa ia masih di
Muara Bulian. Ya allah betapa sedihnya aku, aku terdiam disudut lapangan,
meratapi kesedihan ku, bagaimana mungkin ia menjadi setega ini kepada ku. Kado
yang sejak tadi ditangan ku dan telah jauh-jauh hari aku siapkan itu segera aku
hantarkan kerumah sahabat ku, meminta bantuan agar sahabat ku yang memberikan
kado itu pada kekasih ku karena aku merasa begitu kecewa dan sangat sedih malam
itu. Tapi kalian tau setelah sedih ku aku masih bisa marangkai kata dengan
tulus dan panjangnya di FB ku lalu menandai ke FB kekasih ku tapi sayangnya
kekasih ku menghapus tanda-tanda itu dari fbnya padahal itu adalah postingan
yang hanya satu kali setahun oleh ku. Aku tak mengerti bagaimana tuhan
menciptakan hati ku kenapa aku sekuat dan sesabar ini.
Dan sampailah
pada kepulangannya. Hingga lebaran kedua ia masih tak menghubungi ku untuk
menemui ku. Aku sempat berpapasan dengannya ditepi jalan ketika aku akan
bersilahturahmi dan mengantarkan kue buatan ku ke rumahnya tapi sepertinya ia
menghidar untuk menoleh ke arah ku. Teman ku sibuk menggerutu dibelakang ku,
tapi aku tetap menguatkan diri ku dan berkata pada teman ku, “sudah lah tak
apa, mungkin ia tak melihat ku, baik tidak harus dibalas baik, sekarang ayo
kita lanjutkan perjalanan ini, bukankah kamu akan menemani ku bertemu dengan
ibunya dan bersilahturahmi kerumahnya dan yang kita lihat tadi adalah dia bukan
ibunya.” Teman ku larut dalam sendunya penguatan ku. Ya, tak banyak yang
mengerti pribadi ku tapi aku sadar sekali aku bukan lagi sesuatu yang ia
cintai. Aku bukan lagi alasan ia untuk pulang dan aku bukan lagi alasan untuk
ia bertahan. Bahkan ia meninggalkan desa ini lebih dulu. Di saat teman-temannya
mengajak kami untuk jalan-jalan, ia justru memilih kembali ke kotanya padahal
PBM belum dimulai. Sedih sekali rasanya aku, moment kebersamaan yang hanya
sekali setahun dan jarang-jarang itu harus aku lewatkan. Aku terpaksa tidak
ikut acara jalan-jalan mereka menginggat kekasih ku itu telah kembali ke
kotanya. Bahkan hingga keberangkatannya ia tak mendatangi rumah ku untuk
bersilahturahmi seperti ramadhan-ramadhan sebelumnya, padahal aku telah menahan
papa di rumah ku berharap ia akan datang dan menunggunya. Dan dipagi
keberangkatannyapun, sungguh besar harap ku untuk bisa berjumpa dan menyalami
tangannya seperti biasa tapi aku tak mendapatkan itu.
Hai kekasih ku,
seandainya kamu tau betapa sedihnya hati ku ini, dan seandainya kamu tau
senyuman ku di hadapan mu dan keadaan baik-baik saja itu adalah sebuah
keberhasilan dari cara ku menutupi sendu ku. Aku tak pernah benar-benar yakin
untuk membiarkan mu melepaskan ku, karena untuk kamu tau tuhan selalu meyakinkan
aku jika dirimu masih pantas aku perjuangkan, sering aku membawa istiqarah atas
kebimbangan ku bahkan nyaris putus asa ku tapi dari istiqarah ku tuhan
memberikan aku mimpi yang justru semakin meyakinkan aku jika dirimu masih
pantas untuk aku pertahankan dan karena itu aku tidak pernah bosan
mempertahankan kamu dengan berbagai macam cara ku, meskipun kamu tak dapat
melihat ketulusan cinta ku.
Kekasihku,
Pernahkah diri mu mencoba membaca setiap postingan dari bait-bait bahasa ku?
Adakah postingan itu menjatuhkan nama mu? Bahkan saat anniversarypun aku tetap
mengindahkan pribadi mu pada setiap postingan ku, seolah dirimu adalah
laki-laki yang selalu ada menemani dan menyemangati serta sudah sangat perduli
kepada ku, padahal pada kenyataannya tidak seperti itu. Aku ingin orang-orang
tau kamu laki-laki terbaik ku, aku ingin orang-orang tau aku bahagia selama bersama
mu. Adakah engkau tau jika menahan diri untuk tidak menyakiti hati mu
sebenarnya justru menyakiti hati ku? Ya, jika aku harus jujur nyaris tak
ada kebahagian yang terasa oleh ku belakangan ini, ramadhan saja berlalu dengan
hampa untuk ku kali ini, setiap hari yang terlintas difikiran ku adalah diri
mu, hingga aku merasa apakah aku kembali kasmaran kali ini, karena tak henti
memikirkan sebuah nama di setiap hari ku yaitu nama mu.
Sungguh rasanya
seperti dikembalikan pada lima tahun yang lalu, ini adalah masa sulit ku,
ketika dimana aku akan PL dan ketika yang aku butuhkan adalah orang-orang
terkasih untuk menyemangati ku, namun ketakutan itu kini menjelma nyata
dihadapan ku, bahwa tak banyak yang akan bertahan dan sanggup menemani dan
mendampingi masa sulit ku. Bahkan mungkin mereka akan bosan menopang kesedihan
ku dengan berbagai alasan yang akhirnya membuat mereka menjauh dari ku. Rasanya
memang sungguh tidak adil. Sama seperti cerita mu pada ku dulu. Saat dimana
diri mu mendampingi mantan kekasih mu pada masa sulitnya KTI ketika itu dan
pada saat masa sulit mu skripsi mantan kekasih mu justru memilih mengabaikan
mu. Dan seperti itulah rasanya aku saat ini. Tapi inilah kenyataan yang harus
aku hadapi. Ia kekasih ku saat ini benar-benar menjauhi ku dengan mengantungkan
hubungan ini tanpa sedikitpun penegertian atas sendu ku.
Namun ditengah
upaya ku untuk berdamai dengan keadaan dari jawabannya atas pertanyaan panjang
ku, tiba-tiba tuhan mengetuk pintu hati ku. Sepertinya saat ini ramadhan telah
menyadarkan aku, aku sudah mulai bisa tenang dan berlahan memposisikan diri ku,
aku mencoba memikirkan betapa aku telah menzolimi diri ku sendiri dan
orang-orang disekeliling ku atas obsesi dari kesanggupan ku ini. Aku menjadi
sosok yang tega membiarkan nenek berpuasa tiga minggu sendiri di Kerinci hanya
karena harapan ku atas kedatangannya, aku juga mengabaikan luka-luka disekujur
badan ku seusai aku terjatuh di kamar mandi padahal aku hampir mati
memikirkannya, dan aku menjadi sosok yang egois karena sudah banyak menyita
waktu dari orang-orang terdekat ku hanya untuk mendegarkan kelu kesa ku tanpa
aku bisa menerima masukan dan saran dari mereka setelah itu. Seharusnya aku
sadar jika dua insan saling mencintai maka mereka akan saling usaha namun jika
aku saja yang usaha berarti hanya aku yang cinta. Sekalipun ia berkata tetap
menginginkan aku, tapi tetap saja yang menginginkan aku tentu akan berjuang
bersama ku, bukan membiarkan aku berjuang sendiri dan mengabaikan perjuagan ku.
Saat ini aku mencoba berfikir lebih jauh untuk masa depan ku, karir dan
pendidikan ku, aku menyadari bahwa saat ini mungkin aku belum menjadi
siapa-siapa yang dapat dilihat sehingga keberadaan ku seperti tidak pernah bisa
ia hargai dari sudut manapun, tapi roda itu berputar. Sekarang yang ada
difikiran ku adalah wisuda dari S1 ku. Tak berharap ia bisa menyadari kesedihan
ku atau tidak namun yang pasti aku tetap mensugestikan diri ku untuk selalu
sabar dan berbaik sangka kepadanya. Karena seseorang yang mencintai ku tidak
butuh cerita ku. Kedewasaan pasti tau bagaimana harus berlaku. Bukankan kita
baru akan tau siapa orang yang ada bersama kita disaat kita berada dalam
kesusahan? Jika saat ini ia mengatakan tengah bosan pada ku mungkin ada satu
hal yang harus ia tau dari ku, bahwa ini adalah masa sulit ku dan saat masa
sulitnya aku tidak pernah mengatakan bosan padanya apalagi beranjak
meninggalkannya.
Hati ku mulai
tenang, gejolak yang delapan bulan belakangan ini menggebu hampir tak terasa
lagi, aku yang biasanya tidak pernah bisa tahan berlama-lama di Kerinci seusai
lebaran karena di desa ku ini selalu diramaikan dengan pesta pernikahan yang
membuat pilu hati ku selalu membuat aku berangkat ke kota Padang lebih awal,
namun untuk kali ini aku masih bertahan disini mendengarkan alunan tale Kerinci
setiap malam dari rumah-rumah yang berbeda di desa ini, rasanya sudah biasa
saja, begitupun ketika lahiran anak dari teman-teman ku, aku yang biasa lebih
suka mengirimi kado dari pada datang menjenguk untuk kali ini aku sudah
memberanikan diri untuk menjenguk. Ya, beberapa tahun belakangan bisa dibilang
aku terkena wedding blues syndrome dan baby blues syndrome keadaan yang mana
biasanya dialami oleh sepasang pengantin baru dan seorang ibu baru, namun
bedanya syndrome yang terjadi pada ku ini adalah keadaan dimana hati ku merasa
pilu saat menghadiri acara-acara semacam itu, mungkin karena ada rasa ingin ku
namun belum waktunya untuk ku. Tapi untuk kali ini rasanya penyakit ku yang dua
itu sedikit membaik dan mudah-mudahan bisa sembuh total. Mengingat aku telah
menginjak usia dewasa yang memang usia untuk menikah, tentu akan banyak undagan
yang akan aku terima lagi setelah ini, salah satunya undangan dari sahabat ku.
Maka akan aneh saja jika aku sampai tidak menghadiri acara pernikahannya hanya
karena syndrome-syndrome yang menyerang ku ini.
Sekarang aku
mulai menata masa depan ku, membenahi dengan baik posisi dari pengharapan ku.
Jika diusia yang hampir seperempat abad ini masih bergelut dengan dunia
kanak-kanak ku lantas kapan aku benar-benar bisa membenah, dan jika aku harus
ikut larut dengan yuforia dunia teman-teman ku rasanya memang agak rancu, bisa
saja mereka yang seperti itu berasal dari keluarga yang berkecukupan dengan
keadaan yang mapan, sehingga tak perlu membenah lebih dulu, sedangkan aku?
Sudah saatnya aku berfikir untuk masa depan ku, dan aku rasa sudah cukup tuhan
memberikan lebih dari 21 tahun kepada ku untuk bermain-main dengan teman-teman
ku, namun jika di usia yang segini masih ingin terus bermain-main dan
menghabiskan waktu sia-sia maka percuma saja aku disekolahkan setinggi ini.
Cakap ilmu cakap pula budi pekerti, jika ingin berubah memang tidak akan mudah
tapi bukankah rezeki adalah bagian dari rahasia tuhan. Tinggal bagaimana aku
melangkah sebaik-baiknya pelangahan ku. Ramadhan benar-benar telah menyadarkan
aku, menyadarkan betapa aku telah memaksa kekasih ku itu untuk mengerti kesedihan,
kepiluan dan kesenduan ku dalam delapan bulan belakangan ini, aku terlalu
mengejar-ngejarnya tapi semakin aku mengejarnya ia justru makin menjauh dari
ku. Mungkin tuhan cemburu pada ku karena terlalu berharap pada hambanya.
Bukankah ketika Zulaikha memberikan cintanya pada Yusuf, Yusuf menjauh? Namun
ketika Zulaikha memberikan cintanya pada allah, allah memberikan Yusuf untuknya.
Sungguh aku telah menzolimi diri ku sendiri dengan kesanggupan ku ini. Padahal
aku tau betul bahwa jodoh sebenarnya sudah ada yang mengatur dan aku hanya
perlu mendekati yang mengaturnya. Percuma jika agama ku kokoh jika aku terlihat
seperti orang bodoh. Lagipun usia hubungan yang memang sudah berjalan cukup
lama ini, aku rasa cukup untuk mendewasakan bagian didalamnya yaitu aku dan
dia. Susah senang, suka duka tentu sudah banyak menghadirkan makna yang mungkin
sedikit banyak masih bisa dicerna. Pernah susah sama-sama kenapa saat senang
lalu melupa? Setiap orang tentu memilki masanya dan itu tidak datang sekali dua
kali, akan ada saat dimana kita saling membutuhkan. Lamanya waktu yang bergulir
tentu pula telah banyak menciptakan cerita-cerita yang tak biasa dan hal
semacam itulah yang harus kembali diingat, mengingat betapa egoisnya memikirkan
perasaan sendiri, sedangkan mereka acapkali memikirkan perasaan mu sehingga
mengabaikan perasaannya, memikirkan betapa mengantungkan hubungan hanya karena
bosan merupakan kesalahan yang tak bisa dibenarkan. Karena sebenarnya ada hati
yang berharap kepada hati mu, ada perasaan yang berlindung kepada perasaan mu.
Sungguhpun jodoh itu merupakan cerminan diri, maka akan aku perbaiki diri ku
setelah ini, karena saat aku memperbaiki diri insyaallah tuhan juga memperbaiki
jodoh ku. Aku percaya setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya,
butuh pribadi yang sama-sama dewasa dan berani berkomitmen untuk mengarungi
bahtera rumah tangga, maka akan aku iklaskan jika memang dia membiarkan hubungan
ini mengantung diantara kami dan akan aku ridokan jika memang dia memilih untuk
tidak memperdulikan aku saat ini. Sesungguhnya kamu tidak akan mengerti rasanya
menjadi aku sebelum kamu berada diposisi ku dan mengenal agama mu. Semoga
allah menganggkat kesedihan ku.
Kekasihku,
untuknya kamu tau aku mencintai mu bukan sekedar nafsu dunia ku tapi atas dasar
agama ku dan iman islam ku, besar harap ku bisa menghalalkan hubungan ini
bersama mu untuk menyempurnakan agama ku dan memperbaiki akhlak ku meskipun
ambisi ku untuk menghalalkan hubungan ini bersama mu tidak akan bisa menghapus
segala dosa-dosa ku. Semoga allah melimpahkan kesehatan dan umur yang panjang
kepada kita. Amin.
Mungkin iya
diri mu sudah sangat menyakiti perasaan ku, tapi aku tak pernah marah ataupun
dendam kepada mu namun seharusnya kamu tau tuhan ada dan melihat semuanya. Aku
hanya takut tuhan yang akan marah kepada mu. Kini aku tak akan menyibukkan mu
dengan banyaknya argument ku lagi, aku tak akan meneruskan usaha ku untuk mengingatkan mu betapa lamanya waktu yang telah kita lalui bersama dan betapa banyaknya kenangan yang telah tercipta. Jika kamu benar mencintai ku tentu tak akan
sampai hati mu untuk memperlakukan ku seperti ini, jika kamu benar menyayangi ku
tentu keberadaan ku adalah sebuah kebutuhan untuk mu. Keputusan mu membiarkan
hubungan ini mengantung diantara kita dengan diskominikasinya dan keputusan mu
untuk tidak berteman dengan ku di sosial media mu akan aku hargai sebagai
keputusan seorang laki-laki dewasa ku. Tapi percayalah ada ataupun tanpa
komunikasi diantara kita aku tetap menjaga kepercayaan mu, tak terniat oleh ku
untuk meninggalkan mu demi mencari yang lebih baik dari mu, karena aku tau saat
aku meninggalkan mu dan mencari yang lebih baik dari mu disanalah sebenarnya
aku telah menyia-nyiakan yang terbaik yang aku punya. Sekalipun aku sangat
menyadari jika diluar sana banyak sekali laki-laki yang jauh lebih segalanya dari
kamu, laki-laki yang jauh lebih bisa menghargai dan memuliakan ku sebagai
seorang perempuan dan laki-laki yang dengan hati nurani tidak setega ini kepada
ku, namun kendati aku tetap memilih kamu. Kadang orang-orang baru mungkin terlihat lebih menarik, lebih baik, lebih lucu, lebih membuat kita bersemangat. Tapi apakah pada akhirnya lebih baik dari pasangan kita? Rumput tetangga mungkin memang lebih
hijau dan menggoda tapi ingat saat hujan tetap saja sama beceknya. Tak akan ada
yang berubah dari aku sekalipun hikmah ramadhan ini sudah sangat membuka
fikiran ku, kamu masih bisa mencari ku jika kamu menbutuhkan aku, insyaallah
aku akan tetap ada untuk mu. Dan kamu masih bisa mencari ku jika sewaktu-waktu
kamu merindukan aku, meskipun saat ini mungkin kamu sudah melupakan aku. Sekarang
aku mulai mengerti seindah apapun huruf terukir tidak akan bermakna jika tidak
ada jeda dan tidak akan dimengerti jika tidak ada spasi, bukankah kita baru
bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang jika ada ruang? Maka aku
biarkan kamu berlaku sesuka mu selagi itu membahagiakan kamu. Tangan mu akan
tetap ku genggam namun tak lagi erat, karena aku tau kamu ingin diiring bukan
digiring. Sungguhlah berat berada diposisi ku, merasakan kesedihan setiap
waktu. Coba saja diingat kembali bukankah sejak dulu nama kontak mu di hp ku
selalu aku selipkan icon “ :’( ( Pipi Sayang :'( ) “ tentulah kamu mengerti apa maksudnya itu.
Sungguh dari awal aku mengenal mu sudah banyak hal yang kamu hadirkan didalam
hidup ku, ujian terberat sempat beberapa kali menerpa ku. Aku pernah merasakan
bagaimana rasanya dihianati bahkan sudah dari tahun pertama aku bersama mu yaitu
ketika masa PL mu bahkan berlanjut saat aku melepas mu untuk bekerja sebagai
wasit hingga saat aku mendampingi mu kuliah di Padang dan untuk persoalan kali
ini adalah bagian dari ujian terberat itu. Namun kamu tak perlu terlalu
menghawatirkan aku, insyaallah aku baik-baik saja dengan kesabaran ku, dengan
cinta ku, dengan ketulusan dan harapan ku, dengan semua prasangka baik ku
kepada mu. Dirimu sudah sangat membahagiakan aku, aku bahagia mengenal mu. Maka
anggap sajalah situasi ini adalah wujud nyata dari kebosanan mu kepada ku. Dan
akan aku anggap ini bagian dari cara tuhan mendewasakan ku. :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar