Selasa, 19 Juli 2016

Hanya Karena Marah Pada Seseorang Bukan Berarti Harus Berhenti Mencintainya


Pada akhirnya setiap orang akan bertemu dengan jodoh yang telah tuhan takdirkan untuknya, yang bahkan telah tuhan takdirkan sejak roh ditiupkan kedalam kandungan ibunya. Jodoh yang tiada seorangpun mengetahui bagaimana wujudnya. Yang akan tuhan pertemukan pada mu ntah saat kamu sedang berada dipuncak kejayaan atau sedang terpuruk dalam ketiadaan. Jodoh yang pada akhirnya akan bisa menerima segala kekurangan mu, jodoh yang akan mengabdikan dirinya untuk menjadi pelindung mu, pelengkap dari kekurangan mu, yang akan memuliakan mu dan menghormati mu baik kamu yang akan bersanding sebagai imamnya atau kamu yang akan bersanding sebagai makmumnya. Maka ada satu perkara yang harusnya kamu coba terima, siapapun sosok yang saat ini ada bersama mu, seberapa lamapun kamu dan dia menjalani sebuah hubungan jika ia bukan jodoh mu tuhan selalu punya cara untuk menjauhkannya dari mu meskipun hubungan itu telah terjalin bertahun-tahun lamanya, disini mungkin tuhan akan lebih tega pada mu karena sesungguhnya tuhan telah menakdirkan orang lain yang juga terbaik untuk mu. Begitupun ketika kamu telah menjalani hubungan sekian lama namun banyak pertengkaran yang kamu dan dia lewati dan banyak ujian yang kamu dan dia jalani tapi jika tuhan menakdirkan ia sebagai jodoh mu tuhan selalu punya cara untuk menyatukan kamu dan dia karena sesuatu yang telah tuhan takdirkan menjadi milik mu tetap akan menjadi milik mu.
Itu adalah kata-kata klise yang sering aku dengar dari setiap orang yang berusaha menghilangkan kesedihan ku, orang-orang yang berusaha menghibur ku. Kadang-kadang memang sempat membuat aku berfikir panjang akan kesabaran ku menyikapi gantungnya hubungan ini. Tapi kembali aku berfikir akankah ada yang mau menerima ku dengan segala kekurangan ku jikalau saat ini saja aku tak pernah berani membuka hati lagi pada laki-laki manapun setelah dia, aku takut jika harus merasakan kesedihan yang lebih dari ini ataupun mereka yang akan kecewa pada ku nanti. Seperti postingan ku sebelumnya mungkin menua sendiri adalah sebuah pilihan yang baik jika suatu hari nanti hubungan ini memang harus terus gantung seperti ini. Meskipun benar tuhan telah menakdirkan jodoh untuk kita tapi kita tetap diberi kesempatan untuk memilih siapa jodoh kita. Bukankah jika memang dua insan saling menginginkan maka nantinya mereka tetap akan berusaha untuk bersatu pada sebuah ikatan pernikahan.

Jika suatu hari kekasih ku itu harus mengingkari semua janji-janjinya untuk menunggu ku maka lambat laun aku tetap harus menerima bahwa mungkin aku bukan jodohnya tapi aku tetap masih bisa memilih jodoh ku dan aku tetap memilih dia! Menunggunya! Itulah prinsip yang terpatri dihati ku sudah sejak 5 bulan dari hubungan ini berjalan diantara kami, sejak dimana aku mempercayai segalanya kepadanya termasuk mempercayai segala rasa yang telah tuhan titipkan kepada kami lima tahun ini. Aku tak pernah bermaksut menguncinya dengan ikatan yang aku muliakan ini, justri disini akulah yang terkunci oleh ketulusan ku sendiri. Astagfirullahalazim, ampunilah aku tuhan yang mungkin memutuskan sesuatu melampaui keputusanmu. Sebegitunya hati ini dibuat sakit olehnya hingga bermacam-macam ketakutan yang muncul didalam fikiran ku tapi sayangnya bagaimanapun aku memposisikan diri ku saat ini ia tetap tidak akan mengerti jikalau segala hal yang berlebih-lebihan dari aku saat ini adalah karena kecintaan ku kepadanya atas kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi ditengah diskomunikasi ini. Dan pada kenyataannya memang tidak ada seorangpun yang dapat menerima gantungnya sebuah hubungan seperti ini, keadaan dimana kadang-kadang seseorang dianggap ada kadang-kadang juga tidak, keadaan dimana seseorang di pastikan sesuatu untuk masa depan hubungannya namun tak bisa menjalani ikatan saat ini. Tapi aku, dengan iklasnya aku harus berlapang dada menerima setiap keputusan yang telah ia pastikan karena tak ada cara lain untuk mempertahankan hubungan ini selain dari pada mengalah untuk membiarkannya mengantungkan hubungan ini, aku hanya berharap suatu hari ia bisa menyadari ketulusan ku ini dan menepati janjinya. 
Dulu sekali saat dimana hati ini kembali disakiti oleh laki-laki sebelum dia aku sempat down dan benar-benar terpuruk teringat oleh ku saat itu aku meminta kepada tuhan jika suatu hari hati ku harus kembali jatuh pada sebuah rasa yang namanya cinta, aku memohon agar tuhan menjatuhkan hati ku pada laki-laki yang benar-benar menyayangi dan mencintai ku sehingga kecil kemungkinan ia akan menyakiti hati ku seperti ketika itu. aku memohon pada tuhan agar menjatuhkan hati ku pada laki-laki yang benar-benar bisa membahagiakan ku. namun ternyata yang terjadi saat ini hampir sama, aku seperti mengulang luka yang serupa bahkan rasanya lebih sakit dari yang sebelumnya. Aku tak percaya dan nyaris tak menyangka jika sosok yang selama ini begitu dekat dengan ku bisa sejauh ini dari ku, aku bahkan melihatnya sebagai sosok yang sangat tega dan tak memiliki belas kasihan atas kesedihan ku.
Hey laki-laki ku, kecintaan yang aku sendiri tak tau kenapa aku masih terus menyayangi dan mencintai mu meski kamu sudah sangat menyakiti hati ku sesakit sakitnya hati ku kali ini. Tidakkah kamu lihat betapa kuatnya aku bertahan dalam situasi ini? Aku yang masih terus berharap akan lembutnya hati mu seperti dulu dan berharap akan harmonisnya hubungan kita seperti dulu. Kamu tak pernah tau bagaimana aku dibelakang mu, mengapa aku segila ini kepada mu,  gemelut hati apa lagi yang aku hadapi selain gemelut hati ku atas hubungan ini dan kesedihan apa lagi yang aku rasakan selain kesedihan ku atas gantungnya hubungan ini. Masalah dirumah keadaan yang berantakan sungguh sudah sangat menyulitkan ku, ditenggah ketiadaan ku aku memaksakan diri mendatangi kota itu lagi yang tujuan ku bukan hanya untuk berobat tapi juga untuk meluruskan segala hal yang selama ini ditutupi dari ku yang menyebabkan kesulitan ku selama ini. Namun ditengah gemelut hati ku atas perkara keluarga ku, aku juga harus menghadapi gemelut hati ku atas gantungnya hubungan kita, aku tak tau harus merespon bagaimana segala keputusan mu untuk menggantungkan hubungan ini. Aku iklas untuk mengalah, meridokan setiap keputusan yang telah kamu pilih, tapi sejujurnya aku sangat merindukan sosok mu yang seperti dulu. Hari-hari ku kini semakin terasa sepi, hp ku tak lagi berbunyi, tak lagi ada yang mengingatkan makan ku, tak lagi ada yang menyapa selamat pagi, siang dan malam ku, tak lagi ada yang mencoba membangunkan ku ketika aku harus bangun pagi-pagi, dan tak lagi ada sosok yang mengingatkan aku agar aku tidak tidur terlalu malam, sosok yang dulu senantiasa menemani hari-hari ku kini telah memilih menjauh dengan keegoisan yang mungkin menenangkannya namun sangat menyiksa ku. Kebahagiaan yang selama ini aku rasakan sekejap semuanya hilang, Bagaikan petir yang menyambar disiang hari, ini sungguh begitu tiba-tiba untuk ku. Tak selesai pada dua gemelut itu, ada satu hal lagi yang lebih menyita fikiran ku yaitu kuliah ku. Aku yang saat ini berada pada semester akhir ku ternyata aku telah kehilangan fokus ku. Aku begitu menghawatirkan nasip PL dan skripsi ku. Benar tak lagi lurus fikiran ku bahkan serasa aku ingin berhenti saja disini. Mengapa tak ada yang benar-benar menyuport dan mendampingi ku saat ini? Orang tua hanya tau mengirimi ku belanja. Dan aku dibiarkan menghadapi segalanya sendirian. Ntah akan jadi apa aku ini dan ntah bagaimana nasib ku nanti? Jika saat ini saja tidak ada yang bisa melihat keberadaan ku. Terlalu banyak gemelut hati yang harus aku fikirkan sendiri dibelakang mu dan kamu tak pernah mengetahui itu dari ku.
Aku teringat, dulu tahun-tahun pertama dan kedua kuliah ku, setiap aku pulang kampung aku selalu mendapat pertanyaan dari salah seorang mamak ku mengenai dia. Mamak ku sering sekali bertanya “masihkah kamu dengannya Indah? Benar dia mau pada mu, coba Tanyakan betul dulu padanya, kita seperti inilah adanya, orang tua bagaimana, keluarga bagaimana, kita bukan orang berpunya!” Aku hanya menjawab dan meyakinkan semua orang yang ada di sana ketika itu “masih mak, insyaallah” dengan bangganya aku memastikan pada mereka bahwa cinta kita buta sehingga status sosial tidak dipersoalkan. Tapi pernyataan istilah cinta itu buta adalah sebuah pernyataan klise yang pada kenyataannya mungkin baru saat ini aku menyadari bahwa status sosial yang jauh dari berada, keluarga yang berantakan, hidup ku yang sendirian, dan dengan kuliah yang belum aku selesaikan ternyata membuat orang-orang tak mampu memandang ku, semena-mena dan tak menghargai ku yang lambat laun membuat orang-orang itu menjauhi ku termasuklah diantaranya adalah dia.
Mungkin ia dia belum merencanakan kapan kami akan mengarungi rumah tangga berdua tapi yang sedang berseteru saat ini adalah hati yang esoknya telah ia niati untuk membawanya mengarungi rumah tangga bersama, yang berarti dia telah memilih tulang rusuknya, dan apakah sampai hatinya menyakiti tulang rusuknya sendiri? Ini mungkin bukan perkara yang ingin dia bahas bersama ku karena menurutnya ia masih belum ingin terikat dengan siapa-siapa saat ini dan mungkin pula untuknya perkara ini bukan hal serius yang penting untuk diselesaikan karena tak membebani dan mempengaruhi hari-harinya namun justru sebenarnya untuk ku perkara ini menjadi hal yang serius dan penting untuk diselesaikan karena sudah sangat menyulitkan hari-hari ku. Tapi bolehkah aku bertanya dari lima tahun menjalani hubungan ini bersama, suka, duka, susah, senang dan aku melihat dia menikmati status yang berjalan diantara kami kenapa baru sekarang memutuskan untuk menjauhi ku dengan alasan bosan dan belum ingin terikat lalu memutuskan menggantungkan hubungan ini kepada ku, kenapa tidak dari dulu saja? Jika LDR mampu merubah rasa bukankah sudah sering sebelumnya LDR kenapa tak ketika itu saja?  Hei kekasih ku sejujurnya aku tak sekuat yang kamu lihat, kadang timbul juga jenuh ku saat kerinduan ku tak terbalas, saat diskomunikasi terus berlanjut, saat aku melihat kamu tak lagi mau berjuang bersama ku, saat aku melihat kamu sudah tak lagi menginginkan aku, tak mencintai ku, tak menyayangi ku, tak memperdulikan aku, dan saat aku melihat kamu bisa bahagia tertawa menghabiskan waktu hingga pagi dengan teman-teman mu namun tak mampu meluangkan waktu sekedar lima menit untuk mengabari ku atau sekali saja mengirimi ku pesan tak bisa sehari sekali mungkin tiga hari sekali atau lima hari sekali semua hal itu kerap menumbuhkan jenuh pada ku, yang terkadang membuat aku merasa ingin berhenti dan ikut menjauh dari mu. Tapi tiba-tiba aku bertanya pada diri ku sendiri, sejak kapan sikap mu seperti ini pada ku? Sudah dari delapan bulan yang lalu! Dan pribadi mu yang cuek tapi perduli itu sudah sejak kapan pula? Sudah dari dulu sekali! Lantas kenapa baru kali ini aku ingin berhenti, menyerah dan ingin ikut menjauh dari mu? Disanalah aku berfikir setiap orang punya kebosanannya sendiri tapi mendewasakan diri adalah cara terbaik untuk menyikapinya.
Tidak ada asap jika tidak ada api, pernyataan yang satu ini bukan klise menurut ku. Aku sadar sekali pasti ada penyebab kenapa dia tiba-tiba berubah, dingin, dan menjauh dengan berbagai alasan. Hanya saja untuk yang satu ini aku malas menerka-nerka sendiri. Itulah kenapa aku lebih menyudutkan kesedihan ku disini karena memang kesedihan ku memuncak oleh situasi ini. Hari itu 20 Maret yang lalu tepatnya hari Jumat pagi. Setelah dia menunda-nunda keberangkatannya, pada akhirnya dia tetap harus berangkat meninggalkan ku di kota ku. Sedih sekali rasanya aku, perkara besar itu ternyata menghantarkannya ke negeri itu. Aku memang sempat down sama seperti orang-orang yang dia kecewakan ketika itu, tapi aku berusaha menahan diri untuk tidak memojokinya. Menurut ku setiap orang melakukan kesalahan apapun bentuknya termasuk berbohong pasti punya alasannya masing-masing dan cukuplah masalah itu yang menyulitkannya jangan sampai reaksi ku yang sebenarnya kecewa, sedih dan down ini ikut menyulitkannya. Dengan iklas aku mengantarkannya ke bandara pagi-pagi itu. Sendiri dari kos aku mencoba menelepon taksi. Memberanikan diri menjemputnya ke kosnya pagi itu. Sesampai dibandara sebelum keberangkatannya aku sempat menyalaminya dan ia mengecup lembut kening ku, rasanya air mata ku larut tapi kedalam. Hingga ia beranjak meninggalkan ku aku masih menatap kearahnya. Aku melepaskannya saat itu dengan iklas seperti apa yang ia katakana pada ku ia ingin memperbaiki keadaannya, mencari pekerjaan sebelum nantinya mapan agar bisa menghalalkan aku karena ia mengatakan akan malu jika sudah berkeluarga tapi masih minta pada orang tua. Aku masih ingat perkataannya ini karena memang aku menscreen percakapan kami yang ini. Tapi 6 bulanan disana tiba-tiba hari itu 14 oktober 2015 magrib pintu kos ku diketuk oleh seseorang dan ketika ku buka SURPRAISSSS itu adalah dia kekasih yang aku fikir tidak akan kembali lagi. Alhamdulillah, ketakutan ku, kerinduan ku, terbalas dengan rasa syukur ku. Ia memutuskan untuk kembali dan tak mengunjungi kota itu lagi. Ia kembali dengan keadaan baik-baik saja dan sehat wal alfiat. Ada satu hal yang aku sadari ketika itu, dari kotanya sebenarnya ia bisa langsung landing ke Jambi tempat kakaknya tapi hari itu ia memilih landing di kota ku baru dari kota ku beranjak dengan bus menuju kota kakaknya dan yang pasti pilihannya itu hanya untuk menemui ku. Aku yang ketika itu sering kali berharap ia akan tiba-tiba pulang kekota ku lagi dan mengetuk pintu kos ku ternyata tuhan mengabulkannya. Hingga kepulangannya dari kota itu, aku masih melihat ia sebagai kekasih yang masih sama seperti awal aku mengenalnya. Dan selang beberapa hari ia sudah harus meninggalkan kota ku untuk menuju kota seberang tempat dimana ia akan menetap selanjutnya di kota kakaknya. Tapi keadaan sedikit bermasalah hari itu. Ia kekurangan ongkos untuk berangkat dan aku dengan kepulangannya ke kota ku yang tiba-tiba membuat aku tak menyiapkan uang lebih saat itu. Namun mengingat kakaknya sudah lama menunggu disana akupun menawarkan untuk ia menggunakan uang belanja ku dulu saja. Dan saat keberangkatanpun aku tak tau jika loket bus yang akan ia naiki begitu jauhnya dan memang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Tapi karena tak ada yang bisa mengantarkannya malam itu aku memberanikan diri mengantarkannya ke loket malam itu. Aku menyalaminya meletakkan punggung tangannya kekepala ku seperti biasa. Sampai pada keberangkatannya ia pesan pada ku untuk hati-hati pulang kekos dan meminta ku melewati jalan saat pergi tadi karena ia membawa ku kearah jalan yang lurus ketika itu agar aku mudah mengingatnya. Hingga saat mobil telah berangkatpun ia menelepon ku sebab aku sedikit terlambat mengabarinya jika aku telah sampai dikos saat itu karena aku sempat mengantri mengisi bensin dulu. Ternyata ia menghawatirkan aku takut-takut aku yang rabun ini tersesat. Dan ternyata malam itu adalah terakhir aku melihat dan merasakan langsung kebahagiaan yang sudah bertahun-tahun tercipta diantara kami. Karena pada saat ini kenyataan pahit harus aku alami.  Sepertinya ia mulai menikmati dunia barunya disana. Tapi aku bahagia karena saat ini ia sudah tak lagi sendiri sehingga tak lagi aku yang ia telepon saat merasa sepi ia sudah bisa bermain bersama teman-temannya disana, untuk urusan makan juga sudah ada yang menyiapkan disana yaitu kakaknya, begitupun untuk kebutuhan yang lainnya kakaknya sudah banyak membantu. Yang paling menyenagkan ku, kekasih ku itu kini sudah bekerja, ia mendidik bagian dari penerus bangsa ini. Ya, ia sudah mengajar disebuah SMP dikota kakaknya. Dia jadi punya kesibukan yang bermanfaat dan berguna yang pasti ia telah memiliki pekerjaan karena seperti yang ia pernah bilang pada ku sebelum ia mengunjungi kota itu (Batam) dulunya yaitu apapun pekerjaannya asalkan halal akan ia coba. Akupun selalu menasehatinya bahwa segala hal yang besar selalu dimulai dari hal yang kecil karena rezeki itu bisa muncul dari sudut yang tak disangka-sangka, maka teruslah berusaha dan berdoa.
Aku menyadari sekali bahwa sebenarnya yang sulit untuk aku terima saat ini adalah melupakan semua kenangan, bagaimana mungkin bisa. Selama ini aku terbiasa selalu bersamanya. Tiga tahun berkuliah di perantauan aku selalu ditemani olehnya. sehingga 3 tahun kuliah di sanapun aku masih belum bisa menghafal arah-arah jalan dikota itu. hal itu dikarenakan saat dia ada bersama ku selalu ia yang mendampingi ku sehingga saat ia tak ada di kota ku aku menjadi seseorang yang benar-benar tak tau apa-apa. Saat aku mencoba melangkah bepergian sendirian tetap saja sepertinya aku ingin kembali kebelakang ada saja kenangan yang terlihat oleh ku di sepancang perincian jalan. Terlalu banyak kenangan dan kebahagian yang telah dilalui berdua namun aku tak mengira jika yang ia ingat justru bukan kebahagiaan itu sehingga aku melihat dengan mudahnya ia melupakan ku. jika memang yang ia ingat dari ku justru adalah segala kesalahan ku maka bolehkah aku kembali bertanya : Pernahkah ia berbuat salah pada ku? pernah! Apa yang respon ku atas kesalahnnya bahkan setiap kali ia mengulangi kesalahan yang serupa? mengerti, memahami, menyelesaikan, memaafkan, dan kembali seperti biasa! Lalu mengapa kali ini saat ia merasa aku salah ia justru membalas hal yang berbeda? Entah apa yang telah menutup hati nuraninya, aku tak tau. Tapi pada intinya yang aku butuhkan saat ini adalah terbiasa. Terbiasa dengan segala hal yang akan terus membayangi hari-hari ku.
Ya allah ya tuhan ku yang maha membolak balikkan hati manusia. Dengan segala kerendahan hati aku memohon dan menghiba kepada mu mengharapkan belas kasih mu. Lembutkanlah yang keras itu, lunakkanlah yang kokoh itu, padamkanlah yang membara itu. Serta limpahkanlah kesabaran, keiklasan, dan kekuatan kepada ku dalam menyikapi gemelut hati ini. Aku percaya atas kuasamu. Maka angkatlah kesedihan ku. Gantikan kembali dengan kebahagiaan seperti dulu. Aku merindukannya. :’(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar