Dalam menjalani hubungan percintaan kita tidak selalu di hadapkan pada
kebahagiaan, ada saat dimana kita merasakan kesedihan, salah satunya pada saat
masalah datang dan membebani fikiran. Setiap masalah terjadi pasti karena ada
alasan, sebab tidak akan ada asap jika tidak ada api. Lantas apakah adil jika
kita harus mendiami seseorang hanya karena kita merasa terlalu kecewa dan
membuat mulut menjadi membungkam? Diam bukan satu-satunya cara untuk
mengungkapkan jika kita tengah kecewa, marah, ataupun bosan kepada mereka.
Justru diam dapat menimbulkan banyak argument pada mereka mengenai kita. Meraka
bukan hanya lagi sekedar bertanya-tanya “Mengapa begini? Mengapa begitu?
Apakah hanya karena ini? Apakah hanya karena itu?” Namun justru mereka akan
mulai menerka “Apakah kita sudah tidak menyayangi mereka? Apakah kita sudah
bosan, capek, dan lelah? Apakah keluarga kita mulai tak menyukai mereka? Atau
apakah kita sudah menemukan sosok lain yang membuat kita meresa nyaman selain
mereka?”. Karena ketahuilah di saat kita merasa mereka sangat salah justru
ada satu pertanyaan yang harus kita jawab yaitu “apakah kita sudah benar?”
Apakah dengan mendiami mereka dengan menimbulkan banyak tanda tanya dapat
menyelesaikan masalah yang justru itu sangat menyakiti perasaan mereka
yang sangat mencintai kita?
Apakah pernah terfikir oleh kita jika setiap orang pasti memiliki kriteria
laki-laki ataupun perempuan masing-masing? Seperti halnya aku yang memiliki
kriteria laki-laki yang baik imannya, baik budinya, sopan, santun, lembut,
penyayang, pengertian, perhatian, setia, bersih, wangi, rapi, stylish,
kekinian, dan lain sebagainya, dan pernahkah pula terfikirkan oleh kita jika di
luar sana mungkin banyak sekali yang lebih baik dari kita namun laki-laki kita
ataupun perempuan kita yang tengah bersedih saat ini justru memilih kita,
memperjuagkan kita, dan mempertahankan kita? Mereka tidak menuntut kita menjadi
seperti yang mereka mau bukan? Karena itulah cinta, saling melengkapi kedua
sisi. Namun mengapa kita seolah semena-mena pada mereka? Apakah bosan, jenuh,
capek, lelah, ataupun ketika kita telah menemukan orang baru yang initinya
"apakah hanya karena kita marah pada mereka lantas kita harus berhenti
mencintai mereka?" Di saat seperti itulah kita harus mengingat banyak
hal kembali yang mungkin telah kita lupai.
Mencoba mengajak kita semua sedikit flashback ketika awal pertemuan. Bagaimana
kita di pertemukan dulunya. Jika untuk ku dengan laki-laki ku ceritanya begini
“ketika itu aku tengah larut dalam kepiluan besar hingga aku memohon pada
allah jika kelak ia pertemukan aku lagi dengan seorang laki-laki aku mau allah
mempertemukan aku dengan laki-laki yang benar-benar bisa membuat ku bahagia.
Aku meminta pada allah saat itu, agar ia tak mempertemukan aku dengan laki-laki
yang menghadirkan rasa pilu yang sama di hati ku lagi. Dan allah pertemukan aku
dengan kekasih ku saat itu. Tak butuh waktu lama, beberapa hari dekat status ku
berubah hingga hubungan ini berhasil kami jalani lebih 4 tahun lamanya. Awalnya
yang aku rasa ini jawaban allah atas segala permintaan ku. Allah terlebih dulu
mempertemukan aku dengan orang-orang yang salah di dalam hidup ku yaitu
orang-orang sebelum kekasih ku hingga ia mempertemukan aku dan kekasih ku. Hari
itu 4 tahun 5 bulan yang lalu, tepatnya hari Sabtu, aku baru saja kelas 1 SMA
saat itu, hari itu aku baru selesai mengikuti gotong royong di sekolah ku, di
saat aku beranjak meninggalkan sekolah di sekitar lampu merah di depan lapangan
merdeka di kota ku itu adalah saat pertama kali aku menatap mata kekasih ku. Ia
menyapa ku dengan cara yang sangat baik dan berkesan oleh ku, ia membuat ku
tersipu malu sebab aku tak pernah bertemu dengan kekasih ku sebelum itu. Namun
dari tatapan mata yang di tutupi helmnya aku tau jika itu tatapan penuh cinta
dan itu adalah dia. Hingga sampailah aku di rumah sahabat ku, di sana untuk
pertama kalinya aku melihat wajahnya. Aku tak mengerti kenapa rasa ini datang
dengan cara yang berbeda. Tidak seperti orang-orang yang mencintai karena rasa
datang dari mata lalu turun ke hati, tapi berbeda halnya untuk kami, cinta
justru datang dari hati lalu naik kemata. Padahal sebelumnya sedikitpun aku tak
pernah mengetahui apa-apa tentang kekasih ku ini, bahkan aku tidak mengenal dia
sebelumnya. Namun tiba-tiba allah tumbuhkan rasa di hati kami. Dan ia
mempertemukan kami. Aku bahagia sekali. Sungguh sesuatu yang tanpa ku
sangka-sangka.” Dan bagaimana dengan cerita kalian? Bagaimana awal
pertemuan kalian?
Apakah kita semua sudah mengingat bagaimana awal pertemuan dulu? Sekarang coba
ingat lagi sudah berapa lama hubungan terjalin? Apakah hanya hitungan hari,
bulan, atau sudah bertahun-tahun lamanya? Dan apa saja yang telah kita lalui
bersama mereka? Apakah mereka hanya ada untuk kita di kala senang kita?
Bagaimana di saat susah kita? Apakah kita pernah melakukan kesalahan pada
mereka, ntah yang ujungnya mereka ketahui atau yang kita sembunyikan dari
mereka? Dan ketika kita melakukan kesalahan tersebut apakah mereka juga
melakukan tindakan yang sama seperti yang kita lakukan? Apakah mereka mendiami
kita, marah, lari dan tidak perduli atau justru mereka mencoba mengerti,
memahami, dan menyemangati kita? Coba ingat lagi, di saat kita membutuhkan
sesuatu, memerlukan sesuatu, di saat kita kesusahan, di saat kita buntu apakah
mereka ada atau justru pergi? Dan coba ingat lagi, kata-kata manis apa yang
pernah kita ucap bersama mereka? Kebahagiaan apa, dimana, dan seperti apa pula
yang pernah kita lewati bersama mereka? Dan kira-kira bagaimana arti kita untuk
mereka, apakah mereka menganggap kita hanya lewat saja, jika mau pergi silahkan
pergi, jika mau bertahan silahkan perjuangkan sendiri, atau justru kita yang di
perjuangkan dan di pertahankan oleh mereka? Dan hal paling besar aku mencoba
mengajak kita semua mengingat apakah ada kesalahan besar yang telah kita
lakukan, mungkin kita pernah menduakan mereka, berapa kali? Atau kita pernah
membohongi mereka, berapa kali? Dan apakah mereka tau? Lalu apakah ketika
mereka tau mereka langsung menyudutkan kita, menyalahkan kita, lalu pergi dari
kita, dan berhenti mencintai kita? Atau justru mereka tau, tapi mereka diam,
karena mereka mencoba mengerti dari setiap tindakan yang kita lakukan, karena
menurut mereka setiap tindakan pasti ada alasan dan mereka meresa cukuplan
masalah kita yang membebani kita sehingga membuat kita membohongi dan melukai
mereka sehingga mereka berfikir jangan sampai mereka menambah masalah lagi
untuk kita lalu mereka memilih untuk memahami? Coba ingat lagi, sebanyak-banyak
hal buruk yang pernah kita lakukan namun mereka tetap mengerti. Ketahuilah
sesungguhnya memang ada tipe seseorang yang hanya sekedar mempertahankan karena
satu alasan besar namun tidak mencintai kita tapi tidak banyak seseorang yang
mempertahankan kita karena mereka juga sangat mencintai kita. Mudah saja untuk
melihat seseorang yang mempertahankan sesuatu karena keegoisannya tanpa
mencintai kita, mereka akan cenderung merasa tidak menyadari setiap kali mereka
melakukan kesalahan kepada kita dan ketika saat kita diam mereka justru ikut
mendiami kita. Namun untuk mereka yang mempertahankan kita karena mereka sangat
mencintai kita dapat di lihat ketika mereka salah, apakah mereka menyadari
kesalahan yang mereka lakukan? Dan ketika kita mendiami mereka apakah mereka
juga mendiami kita atau justru mereka menghubungi kita, hingga kita pulalah
yang membuat mereka harus terdiam karena tindakan kita yang seolah tak
memperdulikan mereka? Seperti saat mereka menelepon kita mematikan telepon,
mereka sms tidak kita balas smsnya, mereka sopan kita kasar, mereka ramah kita
membentak. Apakah mereka membalas dan berhenti menghubungi kita? Memang tak
banyak, namun setidaknya ada mereka yang seperti itu pada kita, hanya saja
mungkin kita belum menyadarinya. Merekalah orang yang sangat mencintai kita
terlepas dari bagaimanapun kita memperlakukkan mereka, mereka jugalah yang ada
dan berani membela kita di hadapan orang-orang atas kesalahan yang kita
lakukan. Mereka juga yang mungkin berani untuk berbohong demi menutupi
kesalahan kita kepada orang-orang. Berbohong demi kebaikan? Apakah ada?
Berdosa? Aku rasa iya! Tapi mungkin untuk mereka yang semacam itu, alasan yang
membenarkan dari tindakan mereka adalah kita sangatlah berarti untuk mereka.
Namun meskipun kita tau jika mereka sangat menyayangi mencintai kita dan mereka
akan selalu mempertahankan memperjuangkan kita bukan berarti kita dapat
memperlakukan mereka semena-mena dan menggantungkan ketidak pastian kepada
pengharapan mereka, dengan anggapan bagaimanapun kita memperlakukan mereka toh mereka tidak
akan melepaskan kita atau mereka tidak akan melepaskan diri dari kita. Ingat
jika kita ataupun mereka sama-sama mempunyai suatu bagian di dalam tubuh yang
apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan apa bila ia rusak maka rusaklah
seluruh tubuh, bagian itu adalah hati. Dan kita ataupun mereka sama-sama
mempunyai saudara perempuan ataupun laki-laki yang mungkin juga akan merasakan
hal yang sama dihatinya jika di perlakukkan seperti apa kita memperlakukan
mereka. Maka teramat sangat salah jika kita hanya bertindak menuruti emosi dan
ambisi tanpa memikirkan dua hati yang bermain di sini. Karena terkadang amarah
dan keegoisan memang kerap menutupi padangan seseorang. Kita bahkan menghakimi
seseorang hanya karena kesedihan sehari tanpa melihat kebahagiaan yang
bertahun-tahun yang telah kita lewati, tanpa sadar kita telah menyakiti
seseorang yang sangat mencintai kita padahal sebenarnya kita masih punya hati
nurani.
Jika situasinya di balikkan aku akan bertanya apakah kita pernah mengalami
dimana kadang kita di anggap spesial, kadang biasa aja, kadang juga dianggap
bukan siapa-siapa? Nyesek? Pasti! Sehingga membuat kita bertanya di dalam hati
sebenarnya kita sedang mempertahankan hubungan atau sedang menunda perpisahan?
Dan apa yang kita lakukkan. Jika tuntutan terbesarnya adalah bersabar? Mungkinkah
kita akan sanggup, menyerah, dan mengiklaskan? Namun untuk mereka yang saat ini
benar-benar mencintai mungkin bisa di tanya apakah mereka lelah? Mungking iya!
Tapi setiap mereka ingin pergi, hati pasti meminta untuk berjuang lagi, dan
ketika logika berkata “masa cuma segini?” Dan itulah mereka kembali,
kembali mempertahankan dan memperjuangkan apa yang selalu di pertahankan dan di
perjuangkan. Karena percayalah di saat kita menemukan orang baru di dalam hidup
dan menganggap ia lebih baik dari apa yang kita miliki saat ini sesungguhnya
itu hanyalah rasa kasmaran yang tengah menggantung di fikiran bukan di
perasaan. Karena ketika kita mencoba mencari yang lebih baik sesungguhnya kita
melupakan jika sebenarnya tidak ada orang yang sama dengan apa yang kita miliki
saat ini. Dan ketika kita mulai merasa tidak menyayangi, ingat bahwa dulunya
kita pernah sangat menyayangi, dan pernah melewati banyak masalah yang mungkin
jauh lebih besar dari ini, dan ketika kita merasa lelah, capek, jenuh, muak dan bosan pada mereka
coba pertanyakan "bagaimana dengan mereka?" mungkin sama,
mereka lelah, mereka capek, tapi mereka tidak pernah merasa bosan. Tidak pernah
bosan untuk mempertahankan dan memperjuangkan, buktinya kita selalu mampu
mendewasakan fikiran saat masalah terbesar sekalipun datang. Lantas kenapa
untuk kali ini kita justru mendiami mereka? Apakah adil? Seperti halnya usia
seseorang, semakin dewasanya seseorang semakin cakap pula kemapuannya.
Begitupun sebuah hubungan, semakin lama kita menjalani semakin kita tau dan
mengenali mereka, dan semakin bisa pula kita mengatasi setiap masalah yang
seolah mungkin datang dan pergi. Kedewasaan hubungan bukan di lihat ketika
amarah datang sehingga keegoisan membuat kita salah tindakan, namun justru di
lihat ketika masalah datang keegoisan datang tapi kita dapat menyikapi dengan
kedewasaan diri pula. Disanalah dapat dikatakan seimbang antara fikiran dan
perasaan.
Nah, sekarang, bagaimana untuk kita yang memiliki masalah ntah kita yang
sebagai “kita”
atau yang sebagai “mereka”
dalam postingan kali ini? Aku berharap apapun status dan perannya “kita” ataupun “mereka” semoga
kedewasaan hati juga fikiran mampu mendewasakan hubungan. Di saat kita marah
pada mereka toh bukan berarti kita berhenti mencintai mereka kan? Ingat, pada dasarnya menusia itu cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang
telah di miliki. Namun apa yang kita cari belum tentu lebih baik dari apa yang
kita miliki, bisa saja disaat kita berfikir untuk meninggalkan yang baik demi untuk mendapatkan yang terbaik, sebenarnya kita telah menyia-nyiakan yang terbaik yang kita miliki. Hal itu tidak bisa kita rasakan langsung namun seiring berjalannya
waktu penyesalan akan datang dan kita akan bertanya “mengapa kita menyakiti?”
Atau “apakah kita bahagia melihat mereka yang mencintai tersakiti?”.
Dan ketika rasa capek, lelah, muak, bosan mulai menghampiri, ayo kita coba ingat kembali bukankah di saat jarak kita jauh dengan mereka kita selalu merindui? Lantas
mengapa ketika jarak mulai mendekati kita malah seperti tak perduli? Mana rindu
yang katanya selalu di hati? Mana wajah yang selalu kita bayangkan untuk kita
temui? Dan mana suara yang selalu kita ingini untuk kita dengari? Apakah hanya
hilang sampai disini?. Hanya diri sendiri yang dapat mengatasi. Aku percaya kita
semua orang yang bijak, kita punya hati nurani. Karena sekecewa apapun kita
kepada seseorang atas kesalahannya, paling tidak masih ada satu saja sisi baik yang dapat kita lihat dari mereka.
Dan hari ini tepat sudah 1 bulan keadaan ku seperti ini, aku masih larut dalam
kepiluan, kesedihan, dan tanda tanya besar, namun aku mencoba untuk tidak
menerka sendiri, meskipun aku mulai mencurigai, tapi aku cukup tanamkan di
dalam hati, aku mempercayainya seperti dia mempercayai aku. Dan aku percaya dia
menjaga perasaan ku walaupun tanpa komunikasi seperti halnya aku yang selalu
menjaga perasaannya. Simple bukan. Karena ketika kita bukan lagi sekedar
menyayangi namun telah sangat mencintai, kita justru akan menyadari sendiri
untuk menjaga perasaan mereka meski apapun dan bagaimanapun kondisi dan
situasinya, ada ataupun tidak mereka meminta kepada kita. Tidak ada manusia
yang sempurna sebab nabipun memiliki kesalahan, dan tidak adapula kesalahan
yang tidak dapat dimaafkan sebab allahpun maha memaafkan. Untuk “kita” ataupun “mereka” yang ada
dalam situasi seperti ini tetap jadikanlah sabar untuk penolong diri, meskipun
sabar itu sulit dan oleh karena itulah sabar itu berhadiah surga sebab jika
sabar itu mudah mungkin hadiahnya hanya payung atau kipas angin (hehe). Dan jika
segalanya mudah, lalu kapan kita akan mengerti maknanya berjuang? :')