Sabtu, 26 Desember 2015

Saat Tidak Ada Bahu Untuk Bersandar, Masih Ada Lantai Untuk Bersujud


            Berniat hanya ingin melepas rindu untuk sekedar bercengkrama dengan adik ku di telepon lantas akupun langsung menghubunginya. Namun selang beberapa menit berbincang terdengar adik ku mulai membuka topik pembicaraan yang sedikit serius. Suaranya mulai terdengar berat, tak lama ia mulai menangis dan terisak. Ia menceritakan semua beban yang selama ini ia rasakan kepada ku. Hati kupun merasa tersayat mendengar isakannya itu. Tak pernah aku temui hal semacam ini. Hampir 5 tahun sepeninggalan mama ku, yang aku lihat selama ini adik ku adalah seorang yang kuat, ia tak pernah mengeluh apa lagi sampai menangis terisak-isak kepada ku. Namun malam ini ia seakan larut dalam kesedihan yang tak mampu ia bendung seorang diri lagi. Rasanya ingin aku saja yang menanggung semua kepiluan hati yang selalu aku sembunyikan ini. Tapi pada kenyataan dalam keadaan seburuk ini aku tak menangung sendiri, ada adik laki-laki ku yang masih cukup kecil yang harus ikut merasakan semua beban yang sama seperti yang aku rasakan selama ini.
            Inilah masa-masa paling berat dari masa-masa terberat yang pernah kami lalui hampir lima tahun ini. Semua beban terasa berhenti disini. Khususnya masalah uang. Makin besar, makin banyak kebutuhan, makin banyak keperluan, namun kebutuhan dan keperluan tidak seiring dengan alat pemenuhan kebutuhan dan keperluan itu sendiri. Tak ada tempat yang dapat kami jadikan sebagai tempat untuk mengadu walau hanya sekedar tempat untuk berkelu kesah. Bagaikan rumah yang tiada bertiang kami tiada penopang.
            Satu-satunya sosok yang kami harapkan mampu memberi semangat kepada kami namun justru belakangan ini lebih banyak menjatuhkan asa kami. Dialah papa ku. Dulu meskipun mama sudah tidak ada namun ketika papa belum menikah lagi hidup ku dan adik ku sangatlah berkecukupan. Di minta saja kami selalu dapat apa yang kami mau, bahkan terkadang kami tak meminta tapi kami di beri namun saat ini telah di mintapun belum tentu kami mendapatkan. Ekonomi terasa sangat sulit. Keadaan menjadi begitu rumit. Banyak yang berkata pada ku. “belum seharusnya aku memikirkan hal ini”, lalu bolehkah aku balik bertanya “jika belum seharusnya aku memikirkan hal ini, lantas siapa yang akan memikirkan hal ini?”. Inilah masa-masa paling sulit ku. Masa-masa di mana aku merasa sangat membutuhkan seseorang yang mampu menyemangati ku. Dan di sini aku melihat siapa yang benar-benar ada untuk ku pada saat masa sulit ku. Dialah keluarga ku. Nenek, kakak, abang, paman, bibi ku. Mereka selalu menyemangati ku. Bahkan aku merasa malu karena kerap membebani mereka dengan masalah ku.
            Lantas kemana sosok laki-laki yang selalu aku semangati ia di kala sulitnya, dikala susahnya, dikala terpuruknya. Mengapa di saat keadaan itu di balikkan kepada ku justru ia tak ada untuk ku? Ntahlah. Sulit untuk aku pahami. Padahal aku sangat membutuhkan ia walau hanya sekedar untuk menanyakan kabar ku saja. Rasanya sedih sekali, kecewa di dalam hati. Namun aku mencoba mengerti ternyata di dalam hidup ini bukan hanya  sekedar bagaimana kita dapat berbuat baik pada orang lain saja, namun juga bagaimana orang lain dapat melihat kebaikan yang telah kita lakukan tersebut. Tapi biarlah. Tak apa jika harus seperti ini. Setidaknya dikala sedihnya aku pernah ada dan menyemangatinya dan pernah hadirkan makna untuk setiap semangatnya. Biarlah waktu yang mendewasakan ku dan adik ku dalam menghadapi hal semacam ini yang mungkin esok akan lebih berat lagi dari pada ini. Karena bukan hanya permasalahan keluarga ini saja yang aku fikirkan saat ini, banyak lagi hal lain yang harus aku fikirkan, kuliah ku, ujian ku, tugas ku, belum lagi belanja ku, masalah ku dengan kekasih ku itu, dan masalah keluarga ini yang ntah kapan bertemu bahagianya.
            Kita : aku dan kamu adik ku yang saat ini tengah bersedih, kuatkanlah diri. Jangan pernah ada kata menyerah di dalam perjuagan. Kita sudah berada di tengah, kita sudah melewati banyak ujian dalam kehidupan sepeninggalan mama hampir 5 tahun ini. Jangan hanya karena masalah kali ini kita menyerah dan pasrah. Kita harus sukses. Tidak ada yang dapat menyemangati kita, selain dari pada diri kita sendiri adik ku. Kita mungkin tidak punya banyak harta emas, berlian, permata seperti apa yang orang punya namun kita punya sesuatu yang lebih berharga dari itu yaitu semangat. Karena jika hilang semangat itu dari dalam diri maka hilang pula lah masa depan bahagia yg kita impikan, namun apa bila semangat itu ada di dalam diri, kita pasti selalu punya cara untuk meraih masa depan bahagia yang kita impikan. Teruslah berjuang. Ingat jika, kamu tak sendiri adik ku, aku, kakak mu, ada untuk mu. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu merasakan kesedihan berlarut-larut seperti kesedihan ku ! Itulah kenapa di setiap ulang tahun mu aku selalu mengirimi mu kado. Aku selalu punya cara untuk membuat kamu adik ku merasa bahagia, agar tak berbeda dengan orang lain di luar sana. Termasuklah dengan kuliah ku ini. Yang aku fikirkan adalah diri mu, yaitu cara bagaimana kelak selulus ku kuliah, aku dapat membantu mu kuliah, karena yang aku tau diri mu adalah laki-laki yang akan memegang banyak tangung jawab kelaknya. Jadi jangan pernah katakan jika diri mu lelah dan menyerah dalam hal seperti ini, jika hal terbesar saja sudah terlebih dulu bisa aku lalui. Ingat di saat tidak ada bahu untuk kita bersandar, masih ada lantai untuk kita bersujud. Allah selalu ada untuk kita.

Selasa, 22 Desember 2015

Happy Mother Day. You Are My Everything. :*



            22 Desember untuk setiap tahunnya di peringati sebagai hari ibu, walaupun aku tak tau dari mana dan bagaimana asal mulanya tanggal 22 Desember di peringati sebagai hari ibu, karena menurut ku hari ibu bukan hanya satu hari ini saja. Setiap hari adalah hari ibu, hari berbagi kasih dan sayang, hari di mana kita menyukuri akan hadir wanita terhebat di dalam hidup ini, wanita luar biasa, ia lah ibu yang sangat menyayangi dan mencintai kita dengan setulus hatinya. Tidak akan pernah ada sosok yang kita jumpai yang akan sama sepertinya karena itulah surga terletak di bawah telapak kakinya.
            Ibu atau mama panggilannya untuk ku adalah sosok yang tak mampu aku gambarkan dalam kata-kata indah ku, ataupun dalam bait panjang ku, karena dirinya teramat sempurna bagi ku. Kita pasti punya cerita yang berbeda tentang sosok seorang ibu. Begitupun dengan cerita ku. Cerita ku yang tidak seberuntung teman-teman di luar sana yang mana mungkin teman-teman dapat besar, tumbuh, dan berkembang hingga hari ini di dalam kasih sayang seorang ibu, teman-teman yang masih merasakan hangatnya kasih seorang ibu serta teman-teman yang masih mampu menatap wajah seorang ibu. Aku mungkin memang tidak mengalami hal serupa seperti itu, ibu atau mama ku sudah 4 tahun 9 bulan ini meninggalkan aku, adik, serta ayah ku. Allah sang maha pencipta yang maha esa dan maha berkuasa ternyata lebih menyayangi mama ku itulah mengapa beliau memanggil mama ku secepat itu. Namun aku telah iklas dan rido dalam melewati takdir hidup yang telah di gariskan untuk ku. Mungkin dengan seperti ini setidaknya hati ku tidak harus tersayat dan terluka lagi saat melihat mama menderita di dalam penyakitnya.
            Hari ini, aku kembali mencoba mengingat apa saja yang telah aku lalui bersama mama. Meski mungkin tidak semua masih terekam jelas di fikiran ku, namun aku masih bisa untuk mengingat sesuatu yang mungkin saat ini hanya menjadi sebuah kenangan yang tidak akan bisa terulang kembali. Jika ada yang bertanya pada ku “apa pekerjaan ayah mu Indah?” Sudah jelas aku akan menjawab, “ayah ku adalah seorang karyawan PT IKPP Pekanbaru!”. Dan mereka lanjut bertanya “lalu apa pekerjaan ibu mu?” Aku akan menjawab dengan bangga “ibu ku adalah seorang ibu ramah tangga”. Dan jika ada yang mengatakan ibu rumah tangga bukan merupakan pekerjaan mungkin berbeda halnya dengan pandangan ku. Dari apa yang aku lihat dan apa yang aku jalani semasa mama masih ada, aku melihat untuk setiap harinya tanpa ada hari libur mama terus bekerja. Subuh mama bangun untuk sholat subuh, masih setia dengan awalan pagi untuk mendoakan kami anak-anaknya. Selesai sholat mama membuka gorden jendela rumah, mama menyapu rumah, lalu mama membangunkan aku dan adik untuk mandi, sholat subuh, dan bersiap-siap sebelum ke sekolah. Hingga tampak mata hari mulai terbit mama langsung bergerak menuju balai di desa ku membeli bumbu dapur yang akan ia masak hari itu. Sepulang dari balai, mama memasak makanan untuk kami santap bersama sembari mama juga menyiapkan sarapan untuk ku. Setelah semua selesai mama memanggil aku untuk segera sarapan agar aku tidak terlambat ke sekolah. Namun di saat aku sarapan mama justru beranjak menuju rak sepatu mencari sepatu sekolah dan juga semir sepatu ku. Beliau menyemir sepatu ku, takut jikalau menunggu aku selesai makan baru menyemir maka aku bisa terlambat ke sekolah. Setelah selesai menyemir sepatu ku, beliau mencari sisir dan karet rambut untuk mengikat dua rambut ku, karena saat itu di sekolah ku ada peraturan untuk siswi perempuan harus mengingat rambut dua. Mama dengan sabar mengulang hal yang sama untuk setiap paginya. Hingga aku pergi sekolah masih ada saja yang mama kerjakan di rumah dan saat aku pulang sekolah aku masih melihat mama mengerjakan pekerjaan rumah. Bahkan hingga sore dan matari mulai terbenam. Mama kembali menutup jendela. Memeriksa api kompor, memeriksa kunci pintu hingga barulah mama istrirahat tepat pada waktunya untuk beristirahat di malam hari. Jelas sekali mama hanya ada waktu untuk beristirahat di mana waktu itu memang waktu untuk beristirahat. Tidak ada tanggal merah, atau hari libur untuknya. Mama dengan sabar dan kuatnya menjalani hal yang sama setiap harinya, tak perduli, sehat ataupun sakitnya ia tetap bertanggung jawab atas dirinya yaitu sebagai ibu untuk anaknya dan istri untuk suaminya. Itu hanya sebagian gambaran kecil yang mungkin kita semua juga menemukan dalam kehidupan kita masing-masing namun ada saat lain di mana peran seorang ibu di tuntut lebih yaitu seperti saat akan menjelang idul fitri atau idul adha. Biasanya menjelang idul fitri. Aku kerap membuat kue bersama mama, mengupas kacang, membuat kue mentega, kue bawang, aku selalu membantu mama, kadang kami menghabiskan malam hingga tangan terasa lecet oleh adonan. Dan saat aku membeli baju lebaran aku ingat mama ku paling tidak suka jika menemani aku belanja yang terlampau ribet ini. Karena aku bisa berkeliling berkali-kali di tempat yang sama untuk mencari baju yang cocok dan pas untuk ku. Dan kalaupun ada biasanya sampai di rumah ada saja yang membuat aku tidak suka sehingga aku harus menukar kembali ke toko. Aku tau itu. Terkadang aku sering rindu hal semacam itu. Tak jarang iba juga rasanya hati ku jika aku melihat seorang anak yang bisa bermanja bersama ibunya. Tapi saat aku melihat moment seperti itu yang aku fikirkan adalah “aku pernah melewati dan merasakan kebersamaan itu dengan mama ku, walaupun hanya sementara waktu, namun aku pernah yaitu dulu. Itulah mengapa untuk ku ibu rumah tangga merupakan suatu pekerjaan, yaitu pekerjaan yang sangat mulia.
            Untuk mama ku, ibu terhebat ku. Kita sudah banyak melalui hal bersama, namun tak satupun aku temui hal yang serupa seperti saat bersama mu. Bahkan dalam sakit ku ini, aku masih tetap merasa sangat membutuhkan mu ma. Untuk hari-hari yang mungkin tidak dapat terulang dan tidak akan sama aku sangat mensyukuri meski hanya 16 tahun mama ada bersama ku namun untuk ku kenangan dan dirinya abadi seumur hidup ku di dalam hati ku. Bahagialah di surganya ma. Kami sudah mengiklaskan mama. Terimakasih untuk semua yang pernah kita lalui bersama, maafkan indah jika mungkin pernah kecewakan mama, dan membuat mama terluka. Iringilah langkah indah dengan bait doa mama dari sana. Indah merindukan mu ma. Selamat hari ibu untuk mama. Engkaulah segalanya untuk ku. Semoga allah SWT membalas semua kebaikan mama di sana. Ya allah, ampunilah dosa-dosa mama ku, tempatkanlah mama ku di surga mu, lapangkahlah kubur mama ku, terangkanlah kubur mama ku, jauhkanlah mama ku dari azab kubur dan jauhkan pula mama ku dari azab api neraka. Amin, amin ya rabbalalamin. :’)

Kamis, 10 Desember 2015

Bersabarlah, Segala Sesuatu Itu Awalnya Sulit Sebelum Menjadi Mudah



            Rasanya baru saja kemarin aku mulai menginjakkan kaki di kampus ku ini untuk menghadiri ujian sleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB), baru juga kemarin rasanya aku mengisi krs pertama ku, dimana jumlah tabungan sks, IP, dan IPK nya masih kosong. Dan hari ini aku sudah harus konsul krs lagi pada dosen pembimbing ku untuk pengambilan mata kuliah di semester 6 besok. Alhamdulillah dari semester 1 aku selalu memperoleh nilai dan IP yang baik, sehingga tidak ada mata kuliah yang harus aku ulang dan memungkinkan aku untuk mengambil sks dalam jumlah banyak, yaitu maksimal 24 sks. Begitu pula untuk krs yang aku konsulkan hari ini, aku juga mengambil 24 sks, namun baru tersadar oleh ku jika mata kuliah yang tersisa bahkan tidak sampai 24 sks, itu artinya mata kuliah ku telah habis. Hanya tinggal PPL dan skripsi pada semester 7. Sungguh waktu terasa begitu cepat berlalu.
            Berkaitan dengan perkuliahan ku, memang banyak sosok yang terlibat di dalamnya, sosok yang senantiasa membantu ku, memudahkan di setiap kesulitan ku, yaitu keluarga ku. Merekalah tangan-tangan kecil yang selalu setia ada untuk ku dengan ada atau tanpa aku memintanya, mereka juga yang kerap menasihati ku untuk berhati-hati dalam melangkah, serta setia memberikan semangat kepada ku dalam keterbatasan keluarga ku. Selain keluarga, sosok yang sangat berjasa dari setiap hari-hari di dalam perkuliahan ku adalah kedua orang tua ku. Terlebih mama. Aku tak bisa bayangkan bagaimana jadinya aku jika mama tidak merencanakan tentang perkulihan ini untuk ku. Terkadang ada rasa sedih di dalam hati ku karena di saat-saat seperti ini mama tak bisa ikut serta menemani bahkan melihat perjuagan ku, padahal mamalah yang sangat berjasa untuk ku. Aku tak menyangka bahwa sepeninggalan mamapun kebaikannya masih terus aku rasakan. Mama masih memberikan aku kesempatan untuk memperbaiki ekonomi keluarga dengan cara memperbaiki pendidikan. Karena itulah jauh dari sebelum aku menyelesaikan SMA ku mama sudah menabung dan mempersiapkan sejumlah dana untuk perkuliahan ku. Walaupun itu hanya cukup untuk pembayaran uang semester ku hingga aku wisuda, dan karena itulah besar pula tekat ku untuk dapat menyelesaikan perkulihan ku ini tepat pada waktunya sehingga aku tak harus menambah semester lagi yang mungkin juga membuat aku menambah uang semester. Bukan hanya mama yang sangat berjasa dalam perkulihan ku, namun papa sebagai sosok yang mengirimkan aku belanja untuk kuliah sekaligus sosok yang ikut serta dalam masa-masa perjuangan ku beliau juga sangat berarti bagi ku. Aku bahagia dan sangat bangga memiliki orang tua seperti mereka. Mereka ingin aku menjadi sesuatu yang bisa di banggakan, memperbaiki keadaan keluarga. Besar harap ku untuk tidak mengecewakan mereka sebagai orang tua ku. Ntah itu dalam perkulihan ku ataupun dalam lingkungan pergaulan ku. Karena aku sangat menyadari jika sedari aku kecil mereka selalu mengajarkan aku untuk tidak melakukan kesalahan fatal yang ujungnya dapat merugikan diri ku sendiri. “Pa.. Ma.. Maafkanlah Indah jika ada kesalahan Indah ntah itu untuk hal yang tidak di ketahui oleh papa dan mama ataupun untuk hal yang telah papa dan mama ketahui. Maafkanlah Indah jika Indah pernah kecewakan papa dan mama, membuat papa dan mama bersedih, dan maafkanlah Indah jika hingga detik ini Indah belum bisa menjadi sesuatu yang dapat Papa dan mama banggakan. Namun percayalah saat ini Indah tengah memperjuangkan apa yang papa dan mama harapkan. Teruslah ada untuk Indah, meskipun secara fisik tak selalu ada di dekat Indah, namun Indah tau jika papa dan mama selalu mendoakan segala yang terbaik untuk Indah.
            Mama yang saat ini di surga banyak-banyak Indah ucapkan terimakasih karena telah memberikan Indah peluang untuk merasakan bangku perkulihan dengan perencanaan biaya yang telah mama siapkan jauh-jauh hari sebelum perkulihan Indah di mulai. Doakanlah Indah dalam setiap langkah Indah dari sana ma, semoga allah selalu memudahkan setiap jalan dan urusan Indah, serta untuk papa, Indah berdoa semoga papa selalu dalam keadaan sehat walafiat, tidak kekurangan apapun, serta di cukupkan pulalah rizeki yang allah titip untuk keluarga kita melalui papa.” Mungkin tak terhitung oleh ku lelah dan  letih mu dalam bekerja mencari uang untuk belanja ku pa, bahkan tak pernah pula terdengar eluhan yang terucap oleh mu. Sungguh engkau papa terhebat ku. Namun di tengah kebahagiaan ini kerap ku merasa pilu di dalam hati ku, aku berfikir mengapa kesempurnaan semacam ini harus berjalan dan aku lewati dalam situasi yang serumit ini. Memang, semenjak mama tak lagi ada semua seperti berubah untuk ku. Bahkan di saat nilai-nilai tugas dan nilai-nilai ujian perkuliahan ku keluarpun aku tak tau harus membagikan rasa bahagia itu pada siapa, dan ujungnya lembaran kertas nilai itu hanya aku lihat sendiri dan aku simpan rapi di rak buku ku. Seandainya semua sosok yang ada dan masuk dalam kehidupan ku saat ini sama seperti mereka berdua (papa dan mama ku) mungkin aku tak harus merasakan sedih, pilu, sakit, luka, dan kecewa saat dimana aku mencoba mencari sosok yang sesempurna mereka untuk menjaga, melindungi, dan membuat aku merasa bahagia. Ya, dia yang ku maksud juga merupakan salah satu sosok yang telah ikut dan masuk dalam kehidupan ku, yaitu kekasih ku, laki-laki ku yang juga merupakan sosok yang aku harap mampu sesempurna orang tua ku. Namun sedikit banyak aku mengerti jika sesungguhnya hanyalah orang tua yang memiliki cinta kasih yang tulus dan tidak ada yang mampu menyamai ketulusan mereka. Walaupun ada, mungkin tidak akan serupa. Semoga kelak aku bisa menggapai cita-cita ku dan membuat orang tua bangga kepada ku. Amin ya rabbal alamin.

Minggu, 06 Desember 2015

Come On Flashback Again (ayo kembali ingat lagi) !



            Dalam menjalani hubungan percintaan kita tidak selalu di hadapkan pada kebahagiaan, ada saat dimana kita merasakan kesedihan, salah satunya pada saat masalah datang dan membebani fikiran. Setiap masalah terjadi pasti karena ada alasan, sebab tidak akan ada asap jika tidak ada api. Lantas apakah adil jika kita harus mendiami seseorang hanya karena kita merasa terlalu kecewa dan membuat mulut menjadi membungkam? Diam bukan satu-satunya cara untuk mengungkapkan jika kita tengah kecewa, marah, ataupun bosan kepada mereka. Justru diam dapat menimbulkan banyak argument pada mereka mengenai kita. Meraka bukan hanya lagi sekedar bertanya-tanya “Mengapa begini? Mengapa begitu? Apakah hanya karena ini? Apakah hanya karena itu?” Namun justru mereka akan mulai menerka “Apakah kita sudah tidak menyayangi mereka? Apakah kita sudah bosan, capek, dan lelah? Apakah keluarga kita mulai tak menyukai mereka? Atau apakah kita sudah menemukan sosok lain yang membuat kita meresa nyaman selain mereka?”. Karena ketahuilah di saat kita merasa mereka sangat salah justru ada satu pertanyaan yang harus kita jawab yaitu “apakah kita sudah benar?” Apakah dengan mendiami mereka dengan menimbulkan banyak tanda tanya dapat menyelesaikan masalah yang justru itu sangat menyakiti perasaan  mereka yang sangat mencintai kita?
            Apakah pernah terfikir oleh kita jika setiap orang pasti memiliki kriteria laki-laki ataupun perempuan masing-masing? Seperti halnya aku yang memiliki kriteria laki-laki yang baik imannya, baik budinya, sopan, santun, lembut, penyayang, pengertian, perhatian, setia, bersih, wangi, rapi, stylish, kekinian, dan lain sebagainya, dan pernahkah pula terfikirkan oleh kita jika di luar sana mungkin banyak sekali yang lebih baik dari kita namun laki-laki kita ataupun perempuan kita yang tengah bersedih saat ini justru memilih kita, memperjuagkan kita, dan mempertahankan kita? Mereka tidak menuntut kita menjadi seperti yang mereka mau bukan? Karena itulah cinta, saling melengkapi kedua sisi. Namun mengapa kita seolah semena-mena pada mereka? Apakah bosan, jenuh, capek, lelah, ataupun ketika kita telah menemukan orang baru yang initinya "apakah hanya karena kita marah pada mereka lantas kita harus berhenti mencintai mereka?" Di saat seperti itulah kita harus mengingat banyak hal kembali yang mungkin telah kita lupai.
            Mencoba mengajak kita semua sedikit flashback ketika awal pertemuan. Bagaimana kita di pertemukan dulunya. Jika untuk ku dengan laki-laki ku ceritanya begini “ketika itu aku tengah larut dalam kepiluan besar hingga aku memohon pada allah jika kelak ia pertemukan aku lagi dengan seorang laki-laki aku mau allah mempertemukan aku dengan laki-laki yang benar-benar bisa membuat ku bahagia. Aku meminta pada allah saat itu, agar ia tak mempertemukan aku dengan laki-laki yang menghadirkan rasa pilu yang sama di hati ku lagi. Dan allah pertemukan aku dengan kekasih ku saat itu. Tak butuh waktu lama, beberapa hari dekat status ku berubah hingga hubungan ini berhasil kami jalani lebih 4 tahun lamanya. Awalnya yang aku rasa ini jawaban allah atas segala permintaan ku. Allah terlebih dulu mempertemukan aku dengan orang-orang yang salah di dalam hidup ku yaitu orang-orang sebelum kekasih ku hingga ia mempertemukan aku dan kekasih ku. Hari itu 4 tahun 5 bulan yang lalu, tepatnya hari Sabtu, aku baru saja kelas 1 SMA saat itu, hari itu aku baru selesai mengikuti gotong royong di sekolah ku, di saat aku beranjak meninggalkan sekolah di sekitar lampu merah di depan lapangan merdeka di kota ku itu adalah saat pertama kali aku menatap mata kekasih ku. Ia menyapa ku dengan cara yang sangat baik dan berkesan oleh ku, ia membuat ku tersipu malu sebab aku tak pernah bertemu dengan kekasih ku sebelum itu. Namun dari tatapan mata yang di tutupi helmnya aku tau jika itu tatapan penuh cinta dan itu adalah dia. Hingga sampailah aku di rumah sahabat ku, di sana untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya. Aku tak mengerti kenapa rasa ini datang dengan cara yang berbeda. Tidak seperti orang-orang yang mencintai karena rasa datang dari mata lalu turun ke hati, tapi berbeda halnya untuk kami, cinta justru datang dari hati lalu naik kemata. Padahal sebelumnya sedikitpun aku tak pernah mengetahui apa-apa tentang kekasih ku ini, bahkan aku tidak mengenal dia sebelumnya. Namun tiba-tiba allah tumbuhkan rasa di hati kami. Dan ia mempertemukan kami. Aku bahagia sekali. Sungguh sesuatu yang tanpa ku sangka-sangka.” Dan bagaimana dengan cerita kalian? Bagaimana awal pertemuan kalian?
            Apakah kita semua sudah mengingat bagaimana awal pertemuan dulu? Sekarang coba ingat lagi sudah berapa lama hubungan terjalin? Apakah hanya hitungan hari, bulan, atau sudah bertahun-tahun lamanya? Dan apa saja yang telah kita lalui bersama mereka? Apakah mereka hanya ada untuk kita di kala senang kita? Bagaimana di saat susah kita? Apakah kita pernah melakukan kesalahan pada mereka, ntah yang ujungnya mereka ketahui atau yang kita sembunyikan dari mereka? Dan ketika kita melakukan kesalahan tersebut apakah mereka juga melakukan tindakan yang sama seperti yang kita lakukan? Apakah mereka mendiami kita, marah, lari dan tidak perduli atau justru mereka mencoba mengerti, memahami, dan menyemangati kita? Coba ingat lagi, di saat kita membutuhkan sesuatu, memerlukan sesuatu, di saat kita kesusahan, di saat kita buntu apakah mereka ada atau justru pergi? Dan coba ingat lagi, kata-kata manis apa yang pernah kita ucap bersama mereka? Kebahagiaan apa, dimana, dan seperti apa pula yang pernah kita lewati bersama mereka? Dan kira-kira bagaimana arti kita untuk mereka, apakah mereka menganggap kita hanya lewat saja, jika mau pergi silahkan pergi, jika mau bertahan silahkan perjuangkan sendiri, atau justru kita yang di perjuangkan dan di pertahankan oleh mereka? Dan hal paling besar aku mencoba mengajak kita semua mengingat apakah ada kesalahan besar yang telah kita lakukan, mungkin kita pernah menduakan mereka, berapa kali? Atau kita pernah membohongi mereka, berapa kali? Dan apakah mereka tau? Lalu apakah ketika mereka tau mereka langsung menyudutkan kita, menyalahkan kita, lalu pergi dari kita, dan berhenti mencintai kita? Atau justru mereka tau, tapi mereka diam, karena mereka mencoba mengerti dari setiap tindakan yang kita lakukan, karena menurut mereka setiap tindakan pasti ada alasan dan mereka meresa cukuplan masalah kita yang membebani kita sehingga membuat kita membohongi dan melukai mereka sehingga mereka berfikir jangan sampai mereka menambah masalah lagi untuk kita lalu mereka memilih untuk memahami? Coba ingat lagi, sebanyak-banyak hal buruk yang pernah kita lakukan namun mereka tetap mengerti. Ketahuilah sesungguhnya memang ada tipe seseorang yang hanya sekedar mempertahankan karena satu alasan besar namun tidak mencintai kita tapi tidak banyak seseorang yang mempertahankan kita karena mereka juga sangat mencintai kita. Mudah saja untuk melihat seseorang yang mempertahankan sesuatu karena keegoisannya tanpa mencintai kita, mereka akan cenderung merasa tidak menyadari setiap kali mereka melakukan kesalahan kepada kita dan ketika saat kita diam mereka justru ikut mendiami kita. Namun untuk mereka yang mempertahankan kita karena mereka sangat mencintai kita dapat di lihat ketika mereka salah, apakah mereka menyadari kesalahan yang mereka lakukan? Dan ketika kita mendiami mereka apakah mereka juga mendiami kita atau justru mereka menghubungi kita, hingga kita pulalah yang membuat mereka harus terdiam karena tindakan kita yang seolah tak memperdulikan mereka? Seperti saat mereka menelepon kita mematikan telepon, mereka sms tidak kita balas smsnya, mereka sopan kita kasar, mereka ramah kita membentak. Apakah mereka membalas dan berhenti menghubungi kita? Memang tak banyak, namun setidaknya ada mereka yang seperti itu pada kita, hanya saja mungkin kita belum menyadarinya. Merekalah orang yang sangat mencintai kita terlepas dari bagaimanapun kita memperlakukkan mereka, mereka jugalah yang ada dan berani membela kita di hadapan orang-orang atas kesalahan yang kita lakukan. Mereka juga yang mungkin berani untuk berbohong demi menutupi kesalahan kita kepada orang-orang. Berbohong demi kebaikan? Apakah ada? Berdosa? Aku rasa iya! Tapi mungkin untuk mereka yang semacam itu, alasan yang membenarkan dari tindakan mereka adalah kita sangatlah berarti untuk mereka. Namun meskipun kita tau jika mereka sangat menyayangi mencintai kita dan mereka akan selalu mempertahankan memperjuangkan kita bukan berarti kita dapat memperlakukan mereka semena-mena dan menggantungkan ketidak pastian kepada pengharapan mereka, dengan anggapan bagaimanapun kita memperlakukan mereka toh mereka tidak akan melepaskan kita atau mereka tidak akan melepaskan diri dari kita. Ingat jika kita ataupun mereka sama-sama mempunyai suatu bagian di dalam tubuh yang apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan apa bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh, bagian itu adalah hati. Dan kita ataupun mereka sama-sama mempunyai saudara perempuan ataupun laki-laki yang mungkin juga akan merasakan hal yang sama dihatinya jika di perlakukkan seperti apa kita memperlakukan mereka. Maka teramat sangat salah jika kita hanya bertindak menuruti emosi dan ambisi tanpa memikirkan dua hati yang bermain di sini. Karena terkadang amarah dan keegoisan memang kerap menutupi padangan seseorang. Kita bahkan menghakimi seseorang hanya karena kesedihan sehari tanpa melihat kebahagiaan yang bertahun-tahun yang telah kita lewati, tanpa sadar kita telah menyakiti seseorang yang sangat mencintai kita padahal sebenarnya kita masih punya hati nurani.
            Jika situasinya di balikkan aku akan bertanya apakah kita pernah mengalami dimana kadang kita di anggap spesial, kadang biasa aja, kadang juga dianggap bukan siapa-siapa? Nyesek? Pasti! Sehingga membuat kita bertanya di dalam hati sebenarnya kita sedang mempertahankan hubungan atau sedang menunda perpisahan? Dan apa yang kita lakukkan. Jika tuntutan terbesarnya adalah bersabar? Mungkinkah kita akan sanggup, menyerah, dan mengiklaskan? Namun untuk mereka yang saat ini benar-benar mencintai mungkin bisa di tanya apakah mereka lelah? Mungking iya! Tapi setiap mereka ingin pergi, hati pasti meminta untuk berjuang lagi, dan ketika logika berkata “masa cuma segini?” Dan itulah mereka kembali, kembali mempertahankan dan memperjuangkan apa yang selalu di pertahankan dan di perjuangkan. Karena percayalah di saat kita menemukan orang baru di dalam hidup dan menganggap ia lebih baik dari apa yang kita miliki saat ini sesungguhnya itu hanyalah rasa kasmaran yang tengah menggantung di fikiran bukan di perasaan. Karena ketika kita mencoba mencari yang lebih baik sesungguhnya kita melupakan jika sebenarnya tidak ada orang yang sama dengan apa yang kita miliki saat ini. Dan ketika kita mulai merasa tidak menyayangi, ingat bahwa dulunya kita pernah sangat menyayangi, dan pernah melewati banyak masalah yang mungkin jauh lebih besar dari ini, dan ketika kita merasa lelah, capek, jenuh, muak dan bosan pada mereka coba pertanyakan "bagaimana dengan mereka?" mungkin sama, mereka lelah, mereka capek, tapi mereka tidak pernah merasa bosan. Tidak pernah bosan untuk mempertahankan dan memperjuangkan, buktinya kita selalu mampu mendewasakan fikiran saat masalah terbesar sekalipun datang. Lantas kenapa untuk kali ini kita justru mendiami mereka? Apakah adil? Seperti halnya usia seseorang, semakin dewasanya seseorang semakin cakap pula kemapuannya. Begitupun sebuah hubungan, semakin lama kita menjalani semakin kita tau dan mengenali mereka, dan semakin bisa pula kita mengatasi setiap masalah yang seolah mungkin datang dan pergi. Kedewasaan hubungan bukan di lihat ketika amarah datang sehingga keegoisan membuat kita salah tindakan, namun justru di lihat ketika masalah datang keegoisan datang tapi kita dapat menyikapi dengan kedewasaan diri pula. Disanalah dapat dikatakan seimbang antara fikiran dan perasaan.
            Nah, sekarang, bagaimana untuk kita yang memiliki masalah ntah kita yang sebagai “kita” atau yang sebagai “mereka” dalam postingan kali ini? Aku berharap apapun status dan perannya “kita” ataupun “mereka” semoga kedewasaan hati juga fikiran mampu mendewasakan hubungan. Di saat kita marah pada mereka toh bukan berarti kita berhenti mencintai mereka kan? Ingat, pada dasarnya menusia itu cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah di miliki. Namun apa yang kita cari belum tentu lebih baik dari apa yang kita miliki, bisa saja disaat kita berfikir untuk meninggalkan yang baik demi untuk mendapatkan yang terbaik, sebenarnya kita telah menyia-nyiakan yang terbaik yang kita miliki. Hal itu tidak bisa kita rasakan langsung namun seiring berjalannya waktu penyesalan akan datang dan kita akan bertanya “mengapa kita menyakiti?” Atau “apakah kita bahagia melihat mereka yang mencintai tersakiti?”. Dan ketika rasa capek, lelah, muak, bosan mulai menghampiri, ayo kita coba ingat kembali bukankah di saat jarak kita jauh dengan mereka kita selalu merindui? Lantas mengapa ketika jarak mulai mendekati kita malah seperti tak perduli? Mana rindu yang katanya selalu di hati? Mana wajah yang selalu kita bayangkan untuk kita temui? Dan mana suara yang selalu kita ingini untuk kita dengari? Apakah hanya hilang sampai disini?. Hanya diri sendiri yang dapat mengatasi. Aku percaya kita semua orang yang bijak, kita punya hati nurani. Karena sekecewa apapun kita kepada seseorang atas kesalahannya, paling tidak masih ada satu saja sisi baik yang dapat kita lihat dari mereka.
            Dan hari ini tepat sudah 1 bulan keadaan ku seperti ini, aku masih larut dalam kepiluan, kesedihan, dan tanda tanya besar, namun aku mencoba untuk tidak menerka sendiri, meskipun aku mulai mencurigai, tapi aku cukup tanamkan di dalam hati, aku mempercayainya seperti dia mempercayai aku. Dan aku percaya dia menjaga perasaan ku walaupun tanpa komunikasi seperti halnya aku yang selalu menjaga perasaannya. Simple bukan. Karena ketika kita bukan lagi sekedar menyayangi namun telah sangat mencintai, kita justru akan menyadari sendiri untuk menjaga perasaan mereka meski apapun dan bagaimanapun kondisi dan situasinya, ada ataupun tidak mereka meminta kepada kita. Tidak ada manusia yang sempurna sebab nabipun memiliki kesalahan, dan tidak adapula kesalahan yang tidak dapat dimaafkan sebab allahpun maha memaafkan.  Untuk  “kita” ataupun “mereka” yang ada dalam situasi seperti ini tetap jadikanlah sabar untuk penolong diri, meskipun sabar itu sulit dan oleh karena itulah sabar itu berhadiah surga sebab jika sabar itu mudah mungkin hadiahnya hanya payung atau kipas angin (hehe). Dan jika segalanya mudah, lalu kapan kita akan mengerti maknanya berjuang? :')