Sabtu, 26 Desember 2015

Saat Tidak Ada Bahu Untuk Bersandar, Masih Ada Lantai Untuk Bersujud


            Berniat hanya ingin melepas rindu untuk sekedar bercengkrama dengan adik ku di telepon lantas akupun langsung menghubunginya. Namun selang beberapa menit berbincang terdengar adik ku mulai membuka topik pembicaraan yang sedikit serius. Suaranya mulai terdengar berat, tak lama ia mulai menangis dan terisak. Ia menceritakan semua beban yang selama ini ia rasakan kepada ku. Hati kupun merasa tersayat mendengar isakannya itu. Tak pernah aku temui hal semacam ini. Hampir 5 tahun sepeninggalan mama ku, yang aku lihat selama ini adik ku adalah seorang yang kuat, ia tak pernah mengeluh apa lagi sampai menangis terisak-isak kepada ku. Namun malam ini ia seakan larut dalam kesedihan yang tak mampu ia bendung seorang diri lagi. Rasanya ingin aku saja yang menanggung semua kepiluan hati yang selalu aku sembunyikan ini. Tapi pada kenyataan dalam keadaan seburuk ini aku tak menangung sendiri, ada adik laki-laki ku yang masih cukup kecil yang harus ikut merasakan semua beban yang sama seperti yang aku rasakan selama ini.
            Inilah masa-masa paling berat dari masa-masa terberat yang pernah kami lalui hampir lima tahun ini. Semua beban terasa berhenti disini. Khususnya masalah uang. Makin besar, makin banyak kebutuhan, makin banyak keperluan, namun kebutuhan dan keperluan tidak seiring dengan alat pemenuhan kebutuhan dan keperluan itu sendiri. Tak ada tempat yang dapat kami jadikan sebagai tempat untuk mengadu walau hanya sekedar tempat untuk berkelu kesah. Bagaikan rumah yang tiada bertiang kami tiada penopang.
            Satu-satunya sosok yang kami harapkan mampu memberi semangat kepada kami namun justru belakangan ini lebih banyak menjatuhkan asa kami. Dialah papa ku. Dulu meskipun mama sudah tidak ada namun ketika papa belum menikah lagi hidup ku dan adik ku sangatlah berkecukupan. Di minta saja kami selalu dapat apa yang kami mau, bahkan terkadang kami tak meminta tapi kami di beri namun saat ini telah di mintapun belum tentu kami mendapatkan. Ekonomi terasa sangat sulit. Keadaan menjadi begitu rumit. Banyak yang berkata pada ku. “belum seharusnya aku memikirkan hal ini”, lalu bolehkah aku balik bertanya “jika belum seharusnya aku memikirkan hal ini, lantas siapa yang akan memikirkan hal ini?”. Inilah masa-masa paling sulit ku. Masa-masa di mana aku merasa sangat membutuhkan seseorang yang mampu menyemangati ku. Dan di sini aku melihat siapa yang benar-benar ada untuk ku pada saat masa sulit ku. Dialah keluarga ku. Nenek, kakak, abang, paman, bibi ku. Mereka selalu menyemangati ku. Bahkan aku merasa malu karena kerap membebani mereka dengan masalah ku.
            Lantas kemana sosok laki-laki yang selalu aku semangati ia di kala sulitnya, dikala susahnya, dikala terpuruknya. Mengapa di saat keadaan itu di balikkan kepada ku justru ia tak ada untuk ku? Ntahlah. Sulit untuk aku pahami. Padahal aku sangat membutuhkan ia walau hanya sekedar untuk menanyakan kabar ku saja. Rasanya sedih sekali, kecewa di dalam hati. Namun aku mencoba mengerti ternyata di dalam hidup ini bukan hanya  sekedar bagaimana kita dapat berbuat baik pada orang lain saja, namun juga bagaimana orang lain dapat melihat kebaikan yang telah kita lakukan tersebut. Tapi biarlah. Tak apa jika harus seperti ini. Setidaknya dikala sedihnya aku pernah ada dan menyemangatinya dan pernah hadirkan makna untuk setiap semangatnya. Biarlah waktu yang mendewasakan ku dan adik ku dalam menghadapi hal semacam ini yang mungkin esok akan lebih berat lagi dari pada ini. Karena bukan hanya permasalahan keluarga ini saja yang aku fikirkan saat ini, banyak lagi hal lain yang harus aku fikirkan, kuliah ku, ujian ku, tugas ku, belum lagi belanja ku, masalah ku dengan kekasih ku itu, dan masalah keluarga ini yang ntah kapan bertemu bahagianya.
            Kita : aku dan kamu adik ku yang saat ini tengah bersedih, kuatkanlah diri. Jangan pernah ada kata menyerah di dalam perjuagan. Kita sudah berada di tengah, kita sudah melewati banyak ujian dalam kehidupan sepeninggalan mama hampir 5 tahun ini. Jangan hanya karena masalah kali ini kita menyerah dan pasrah. Kita harus sukses. Tidak ada yang dapat menyemangati kita, selain dari pada diri kita sendiri adik ku. Kita mungkin tidak punya banyak harta emas, berlian, permata seperti apa yang orang punya namun kita punya sesuatu yang lebih berharga dari itu yaitu semangat. Karena jika hilang semangat itu dari dalam diri maka hilang pula lah masa depan bahagia yg kita impikan, namun apa bila semangat itu ada di dalam diri, kita pasti selalu punya cara untuk meraih masa depan bahagia yang kita impikan. Teruslah berjuang. Ingat jika, kamu tak sendiri adik ku, aku, kakak mu, ada untuk mu. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu merasakan kesedihan berlarut-larut seperti kesedihan ku ! Itulah kenapa di setiap ulang tahun mu aku selalu mengirimi mu kado. Aku selalu punya cara untuk membuat kamu adik ku merasa bahagia, agar tak berbeda dengan orang lain di luar sana. Termasuklah dengan kuliah ku ini. Yang aku fikirkan adalah diri mu, yaitu cara bagaimana kelak selulus ku kuliah, aku dapat membantu mu kuliah, karena yang aku tau diri mu adalah laki-laki yang akan memegang banyak tangung jawab kelaknya. Jadi jangan pernah katakan jika diri mu lelah dan menyerah dalam hal seperti ini, jika hal terbesar saja sudah terlebih dulu bisa aku lalui. Ingat di saat tidak ada bahu untuk kita bersandar, masih ada lantai untuk kita bersujud. Allah selalu ada untuk kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar