Berniat hanya ingin melepas rindu untuk sekedar bercengkrama dengan adik ku di telepon
lantas akupun langsung menghubunginya. Namun selang beberapa menit berbincang
terdengar adik ku mulai membuka topik pembicaraan yang sedikit serius. Suaranya
mulai terdengar berat, tak lama ia mulai menangis dan terisak. Ia menceritakan
semua beban yang selama ini ia rasakan kepada ku. Hati kupun merasa tersayat
mendengar isakannya itu. Tak pernah aku temui hal semacam ini. Hampir 5 tahun
sepeninggalan mama ku, yang aku lihat selama ini adik ku adalah seorang yang
kuat, ia tak pernah mengeluh apa lagi sampai menangis terisak-isak kepada ku.
Namun malam ini ia seakan larut dalam kesedihan yang tak mampu ia bendung
seorang diri lagi. Rasanya ingin aku saja yang menanggung semua kepiluan hati
yang selalu aku sembunyikan ini. Tapi pada kenyataan dalam keadaan seburuk ini
aku tak menangung sendiri, ada adik laki-laki ku yang masih cukup kecil yang
harus ikut merasakan semua beban yang sama seperti yang aku rasakan selama ini.
Inilah masa-masa paling berat dari masa-masa terberat yang pernah kami lalui
hampir lima tahun ini. Semua beban terasa berhenti disini. Khususnya masalah
uang. Makin besar, makin banyak kebutuhan, makin banyak keperluan, namun
kebutuhan dan keperluan tidak seiring dengan alat pemenuhan kebutuhan dan
keperluan itu sendiri. Tak ada tempat yang dapat kami jadikan sebagai tempat
untuk mengadu walau hanya sekedar tempat untuk berkelu kesah. Bagaikan rumah
yang tiada bertiang kami tiada penopang.
Satu-satunya sosok yang kami harapkan mampu memberi semangat kepada kami namun
justru belakangan ini lebih banyak menjatuhkan asa kami. Dialah papa ku. Dulu
meskipun mama sudah tidak ada namun ketika papa belum menikah lagi hidup ku dan
adik ku sangatlah berkecukupan. Di minta saja kami selalu dapat apa yang kami
mau, bahkan terkadang kami tak meminta tapi kami di beri namun saat ini telah
di mintapun belum tentu kami mendapatkan. Ekonomi terasa sangat sulit. Keadaan
menjadi begitu rumit. Banyak yang berkata pada ku. “belum seharusnya aku
memikirkan hal ini”, lalu bolehkah aku balik bertanya “jika belum seharusnya
aku memikirkan hal ini, lantas siapa yang akan memikirkan hal ini?”. Inilah
masa-masa paling sulit ku. Masa-masa di mana aku merasa sangat membutuhkan
seseorang yang mampu menyemangati ku. Dan di sini aku melihat siapa yang
benar-benar ada untuk ku pada saat masa sulit ku. Dialah keluarga ku. Nenek,
kakak, abang, paman, bibi ku. Mereka selalu menyemangati ku. Bahkan aku merasa
malu karena kerap membebani mereka dengan masalah ku.
Lantas kemana sosok laki-laki yang selalu aku semangati ia di kala sulitnya,
dikala susahnya, dikala terpuruknya. Mengapa di saat keadaan itu di balikkan
kepada ku justru ia tak ada untuk ku? Ntahlah. Sulit untuk aku pahami. Padahal
aku sangat membutuhkan ia walau hanya sekedar untuk menanyakan kabar ku saja.
Rasanya sedih sekali, kecewa di dalam hati. Namun aku mencoba mengerti ternyata
di dalam hidup ini bukan hanya sekedar bagaimana kita dapat berbuat baik
pada orang lain saja, namun juga bagaimana orang lain dapat melihat kebaikan
yang telah kita lakukan tersebut. Tapi biarlah. Tak apa jika harus seperti ini.
Setidaknya dikala sedihnya aku pernah ada dan menyemangatinya dan pernah
hadirkan makna untuk setiap semangatnya. Biarlah waktu yang mendewasakan ku dan
adik ku dalam menghadapi hal semacam ini yang mungkin esok akan lebih berat
lagi dari pada ini. Karena bukan hanya permasalahan keluarga ini saja yang aku
fikirkan saat ini, banyak lagi hal lain yang harus aku fikirkan, kuliah ku,
ujian ku, tugas ku, belum lagi belanja ku, masalah ku dengan kekasih ku itu, dan
masalah keluarga ini yang ntah kapan bertemu bahagianya.
Kita : aku dan kamu adik ku yang saat ini tengah bersedih, kuatkanlah diri.
Jangan pernah ada kata menyerah di dalam perjuagan. Kita sudah berada di tengah,
kita sudah melewati banyak ujian dalam kehidupan sepeninggalan mama hampir 5
tahun ini. Jangan hanya karena masalah kali ini kita menyerah dan pasrah. Kita
harus sukses. Tidak ada yang dapat menyemangati kita, selain dari pada diri
kita sendiri adik ku. Kita mungkin tidak punya banyak harta emas, berlian,
permata seperti apa yang orang punya namun kita punya sesuatu yang lebih
berharga dari itu yaitu semangat. Karena jika hilang semangat itu dari dalam
diri maka hilang pula lah masa depan bahagia yg kita impikan, namun apa bila semangat itu ada di dalam diri, kita pasti selalu punya cara untuk
meraih masa depan bahagia yang kita impikan. Teruslah berjuang. Ingat jika, kamu tak sendiri
adik ku, aku, kakak mu, ada untuk mu. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu
merasakan kesedihan berlarut-larut seperti kesedihan ku ! Itulah kenapa di
setiap ulang tahun mu aku selalu mengirimi mu kado. Aku selalu punya cara untuk
membuat kamu adik ku merasa bahagia, agar tak berbeda dengan orang lain di luar
sana. Termasuklah dengan kuliah ku ini. Yang aku fikirkan adalah diri mu, yaitu
cara bagaimana kelak selulus ku kuliah, aku dapat membantu mu kuliah, karena
yang aku tau diri mu adalah laki-laki yang akan memegang banyak tangung jawab kelaknya. Jadi jangan pernah katakan jika diri mu lelah dan menyerah dalam hal
seperti ini, jika hal terbesar saja sudah terlebih dulu bisa aku lalui. Ingat
di saat tidak ada bahu untuk kita bersandar, masih ada lantai untuk kita bersujud.
Allah selalu ada untuk kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar