Jumat, 12 Februari 2016

Bukan Tentang Bagaimana Kita Berbuat Baik Pada Orang Lain, Tapi Tentang Bagaimana Orang Lain Dapat Melihat Kebaikan Yang Kita Lakukan


Seminggu yang lalu IPK perkulihan baru saja keluar di portal akademik ku. Dan syukur alhamdulillah IPK ku kali ini naik, jauh lebih baik, dan sangat memuaskan, ini adalah IPK paling tinggi yang aku peroleh selama perkuliahan ku, yaitu 3,75. Dan IPK tertinggi ke dua di kelas ku. Tidak ada kata-kata indah yang dapat aku rangkai untuk mengungkapkan kebahagiaan ku kali ini selain dari kata syukur kepada allah SWT. Aku tak menyangka ternyata aku bisa melalui masalah dan kesulitan yang datang dan pergi silih berganti menghampiri ku pada semester lalu, dan hasilnyapun jauh lebih baik dari apa yang aku perkirakan. Seperti apa yang pernah aku posting sebelumnya, ujian luar biasa sempat datang pada ku di semester lalu, aku di landa sakit yang tak berkesudahan bahkan hingga hari ini, hubungan ku dengan kekasih ku pun saat itu tengah menggantung, keuangan yang sulit, pengeluaran yang banyak dengan pemasukan yang sedikit, tugas-tugas kuliah yang menumpuk, dan ku kira dengan masalah dan kesulitan  tersebut aku akan berhenti di tengah perjuagan ku tapi ternyata allah kembali menyemangati ku dengan cara seperti ini dan tiba-tiba aku tersadar dari banyak keluhan yang aku lontarkan karena sesungguhnya aku tidak benar-benar sendirian, allah selalu memudahkan urusan ku meski setelah kesulitan ku.
Namun sepertinya ujian memang belum berakhir di situ untuk ku. Beberapa hari lalu, tepatnya Selasa malam (09 Februari) aku di hadapkan pada sebuah musibah yang sempat membuat pilu hati ku. Malam itu, berniat ingin menolong seseorang untuk membeli jilbab dan al-qur’an, akupun mengunjungi satu persatu pertokoan yang menjual jilbab dan al-qur’an yang ada di sekitar tempat tinggal ku. Terhitung ada 8 toko yang aku kunjungi malam itu dan aku memperoleh 2 jilbab sorong dan 1 al-qur’an. Setelah mendapatkan barang-barang yang ku cari akupun bergegas meninggalkan pertokoan dan mengantarkan jilbab-jilbab dan al-qur’an tersebut pada yang memesannya. Sepulang dari mengantarkan kiriman pesanan itu, saat aku ingin membeli martabak Bandung dan mengambil uang di dalam dompet barulah di sana aku menyadari bahwa aku telah kehilangan dompet ku yang berisikan uang @348.900, STNK, SIM, ATM, Kartu Perpustakaan. Aku tidak sadar di mana keberadaan dompet ku, ntah jatuh di jalan, tinggal di toko, atau memang aku telah kecopetan. Tak berfikir panjang aku kembali mendatangi satu persatu toko yang tadinya aku kunjungi saat berbelanja tapi tak satupun pegawai toko melihat keberadaan dompet ku, bahkan pada kunjungan ku yang ketiga keesokan harinyapun tetap tidak ada yang menemukan dompet ku tercecer di pertokoan mereka. Berharap jika akan ada yang menemukan dompet ku, maka akupun meninggalkan nomor telepon di semua toko yang telah aku kunjungi malam itu. Aku meminta agar pihak toko mau menghubungi ku jika ada yang menemukan dompet ku ataupun kartu-kartu yang ada di dalam dompet ku.
Sepertinya dompet ku memang benar-benar hilang tanpa aku tau bagaimana kronologinya dompet tersebut bisa hilang dari ku. Dan sekarang yang menjadi permasalahannya bukan lagi tentang dompet yang hilang, melainkan tentang bagaimana cara ku bertahan di kota ini tanpa uang, dan bagaimana pula dengan kartu-kartu ku yang telah hilang, berdasarkan informasi yang aku peroleh, untuk mengurus kembali kartu-kartu yang hilang tersebut aku harus mengunjungi kantor samsat, polres, dan meminta surat keterangan hilang, serta harus langsung mengikut sertakan diri ku saat pembuatan ulang kartu-kartu tersebut. Sungguh luar biasa ujian yang kali ini datang kepada ku. ATM hilang, buku rekening aku tinggalkan di kampung halaman, uang yang tersisa di tangan hanya @10rb, ingin pulang kampung jalan di Muara Labuh, Solok Selatan tengah rusak parah terputus akibat longsor beberapa hari lalu, belum lagi jadwal kuliah dan tugas-tugas tengah penuh sehingga aku tidak bisa meliburkan diri dari perkuliahan. Benar-benar buntu fikiran ku, tidak ada yang dapat menolong ku selain dari pada diri ku sendiri. Aku sempat menelepon papa, namun papa memarah-marahi ku, seolah sangat menyalahkan ku, bahkan hingga hari ini papa belum kembali menghubungi ku walau hanya sekedar menanyakan bagaimana makan ku, ada atau tidak aku makan, uang siapa yang aku pinjam, bagaimana dengan kartu-kartu ku. Aku mencoba mencari jalan keluar sendiri dan menghubungi salah seorang mamak ku yang memiliki ilmu yang lebih dari orang biasa, tapi ada satu jawaban yang aku terima yang cukup membuat aku tersipu sangat malu, ya malu kepada sang pencipta. Mamak ku mengatakan ia akan mencoba melihat keberadaan dompet ku namun mamak meminta aku untuk sholat hajat. Tiba-tiba aku terdiam, air mata menetes di pipi ku, tak lama akupun terisak, sungguh malu rasanya aku, hingga usia ku saat ini, bahkan aku tak tau bagaimana caranya sholat hajat, apa bajaan sholat hajat, dan kapan sholat hajat itu di laksanakan. Karena yang aku tau sholat hajat sering di lakukan berjamaan sehingga untuk individu aku tidak begitu memahaminya. Sungguh sedih luar biasa rasanya hati ku. dan sekarang aku tau, jika ada yang salah dari diri ku. Dan hari itu yang tersisa di tangan hanya dua lembar uang @5rb, tak ada yang dapat ku beli dengan uang segitu, namun ternyata ada saja yang masih baik kepada ku, teman baik ku meminjamkan ku uang untuk makan hari itu, lalu kemana perginya orang-orang terdekat ku? Bahkan orang tua ku.

Sehari berlalu dari hari itu. Keesokan harinya di hari Kamis pagi, hp ku berdering, ternyata dosen ketua jurusan menelepon ku. Ku fikir ada hal apa, karena tak biasanya aku di telepon oleh dosen. Ternyata dosen ku itu mengabari bahwa ada seseorang yang mencari ku, seseorang itu mengantarkan kartu-kartu ku yang hilang beberapa hari lalu. Syukur Alhamdulillah, masih rezeki ku. Semua kartu yang ada di dalam dompet kembali kepada ku, walaupun uang yang ada di dompet hilang. Ternyata pagi itu ada yang menemukan kartu-kartu ku di jalan pada saat maraton, karena melihat kartu-kartu tersebut masih aktif, penemupun berinisiatif mengantarkan ke kampus ku karena data ku di perantauan yang ada di dompet itu hanya kartu perpustakaan saja, sedangkan untuk STNK dan SIM menggunakan alamat kampung halaman ku. Setelah semua kartu kembali kepada ku, aku melihat semua masih dalam keadaan baik-baik saja padahal sehari sebelum itu di kota ku ini di landa hujan yang sangat lebat, aku berfikir bagaimana jadinya jika kartu-kartu itu hanyut oleh air hujan, masuk kedalam got, dan basah. Namun Alhamdulillah syukur ku kepada mu ya allah tuhan ku. Engkau masih memudahkan urusan ku. Terimakasih ukhti yang sudah berbaik hati mau mengantarkan kartu-kartu ku yang di temukan di jalan langsung ke kampus ku. Kartu-kartu ini jauh lebih penting dari pada nominal uang yang hilang.
Ada pelajaran berharga yang aku peroleh dari musibah kehilangan dompet beserta isinya yang menimpa ku beberapa hari lalu ini, jika sesungguhnya dalam hidup bukan hanya sekedar tentang bagaimana kita berbuat baik pada orang lain, tapi tentang bagaimana orang lain dapat melihat kebaikan yang kita lakukan, karena pada kenyataannya orang yang kita bela di saat susahnya belum tentu membela kita di saat susah, mana orang yang hanya ada di saat senang, dan mana orang yang juga ada di saat sedih, mana teman yang benar-benar teman dan mana pasangan yang benar-benar pasangan. Allah maha baik atas segala petunjuknya bahwa sebenarnya ada seseorang yang kita anggap baik ternyata tidak jauh lebih baik dari apa yang kita anggap. Kita sanggup berpuasa untuk menolong mereka, namun mereka belum tentu mau berusaha untuk mengembalikan kepunyaan kita. Tak apa-apa namanya juga manusia !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar