Pada akhirnya setiap orang akan bertemu dengan jodoh yang
telah tuhan takdirkan untuknya, yang bahkan telah tuhan takdirkan sejak roh
ditiupkan kedalam kandungan ibunya. Jodoh yang tiada seorangpun mengetahui
bagaimana wujudnya. Yang akan tuhan pertemukan pada mu ntah saat kamu sedang
berada dipuncak kejayaan atau sedang terpuruk dalam ketiadaan. Jodoh yang pada
akhirnya akan bisa menerima segala kekurangan mu, jodoh yang akan mengabdikan
dirinya untuk menjadi pelindung mu, pelengkap dari kekurangan mu, yang akan
memuliakan mu dan menghormati mu baik kamu yang akan bersanding sebagai imamnya
atau kamu yang akan bersanding sebagai makmumnya. Maka ada satu perkara yang
harusnya kamu coba terima, siapapun sosok yang saat ini ada bersama mu,
seberapa lamapun kamu dan dia menjalani sebuah hubungan jika ia bukan jodoh mu
tuhan selalu punya cara untuk menjauhkannya dari mu meskipun hubungan itu telah
terjalin bertahun-tahun lamanya, disini mungkin tuhan akan lebih tega pada mu
karena sesungguhnya tuhan telah menakdirkan orang lain yang juga terbaik untuk
mu. Begitupun ketika kamu telah menjalani hubungan sekian lama namun banyak
pertengkaran yang kamu dan dia lewati dan banyak ujian yang kamu dan dia jalani
tapi jika tuhan menakdirkan ia sebagai jodoh mu tuhan selalu punya cara untuk
menyatukan kamu dan dia karena sesuatu yang telah tuhan takdirkan menjadi milik
mu tetap akan menjadi milik mu.
Itu adalah kata-kata klise yang sering aku dengar dari
setiap orang yang berusaha menghilangkan kesedihan ku, orang-orang yang
berusaha menghibur ku. Kadang-kadang memang sempat membuat aku berfikir panjang
akan kesabaran ku menyikapi gantungnya hubungan ini. Tapi kembali aku berfikir
akankah ada yang mau menerima ku dengan segala kekurangan ku jikalau saat ini
saja aku tak pernah berani membuka hati lagi pada laki-laki manapun setelah
dia, aku takut jika harus merasakan kesedihan yang lebih dari ini ataupun
mereka yang akan kecewa pada ku nanti. Seperti postingan ku sebelumnya mungkin
menua sendiri adalah sebuah pilihan yang baik jika suatu hari nanti hubungan
ini memang harus terus gantung seperti ini. Meskipun benar tuhan telah
menakdirkan jodoh untuk kita tapi kita tetap diberi kesempatan untuk memilih
siapa jodoh kita. Bukankah jika memang dua insan saling menginginkan maka
nantinya mereka tetap akan berusaha untuk bersatu pada sebuah ikatan
pernikahan.

Dulu sekali saat dimana hati ini kembali disakiti oleh
laki-laki sebelum dia aku sempat down dan benar-benar terpuruk teringat oleh ku
saat itu aku meminta kepada tuhan jika suatu hari hati ku harus kembali jatuh
pada sebuah rasa yang namanya cinta, aku memohon agar tuhan menjatuhkan hati ku
pada laki-laki yang benar-benar menyayangi dan mencintai ku sehingga kecil
kemungkinan ia akan menyakiti hati ku seperti ketika itu. aku memohon pada
tuhan agar menjatuhkan hati ku pada laki-laki yang benar-benar bisa
membahagiakan ku. namun ternyata yang terjadi saat ini hampir sama, aku seperti
mengulang luka yang serupa bahkan rasanya lebih sakit dari yang sebelumnya. Aku
tak percaya dan nyaris tak menyangka jika sosok yang selama ini begitu dekat
dengan ku bisa sejauh ini dari ku, aku bahkan melihatnya sebagai sosok yang
sangat tega dan tak memiliki belas kasihan atas kesedihan ku.
Hey laki-laki ku, kecintaan yang aku sendiri tak tau kenapa
aku masih terus menyayangi dan mencintai mu meski kamu sudah sangat menyakiti
hati ku sesakit sakitnya hati ku kali ini. Tidakkah kamu lihat betapa kuatnya
aku bertahan dalam situasi ini? Aku yang masih terus berharap akan lembutnya
hati mu seperti dulu dan berharap akan harmonisnya hubungan kita seperti dulu.
Kamu tak pernah tau bagaimana aku dibelakang mu, mengapa aku segila ini kepada
mu, gemelut hati apa lagi yang aku
hadapi selain gemelut hati ku atas hubungan ini dan kesedihan apa lagi yang aku
rasakan selain kesedihan ku atas gantungnya hubungan ini. Masalah dirumah
keadaan yang berantakan sungguh sudah sangat menyulitkan ku, ditenggah
ketiadaan ku aku memaksakan diri mendatangi kota itu lagi yang tujuan ku bukan
hanya untuk berobat tapi juga untuk meluruskan segala hal yang selama ini ditutupi
dari ku yang menyebabkan kesulitan ku selama ini. Namun ditengah gemelut hati
ku atas perkara keluarga ku, aku juga harus menghadapi gemelut hati ku atas
gantungnya hubungan kita, aku tak tau harus merespon bagaimana segala keputusan
mu untuk menggantungkan hubungan ini. Aku iklas untuk mengalah, meridokan
setiap keputusan yang telah kamu pilih, tapi sejujurnya aku sangat merindukan
sosok mu yang seperti dulu. Hari-hari ku kini semakin terasa sepi, hp ku tak
lagi berbunyi, tak lagi ada yang mengingatkan makan ku, tak lagi ada yang
menyapa selamat pagi, siang dan malam ku, tak lagi ada yang mencoba
membangunkan ku ketika aku harus bangun pagi-pagi, dan tak lagi ada sosok yang
mengingatkan aku agar aku tidak tidur terlalu malam, sosok yang dulu senantiasa
menemani hari-hari ku kini telah memilih menjauh dengan keegoisan yang mungkin
menenangkannya namun sangat menyiksa ku. Kebahagiaan yang selama ini aku
rasakan sekejap semuanya hilang, Bagaikan petir yang menyambar disiang hari,
ini sungguh begitu tiba-tiba untuk ku. Tak selesai pada dua gemelut itu, ada
satu hal lagi yang lebih menyita fikiran ku yaitu kuliah ku. Aku yang saat ini
berada pada semester akhir ku ternyata aku telah kehilangan fokus ku. Aku
begitu menghawatirkan nasip PL dan skripsi ku. Benar tak lagi lurus fikiran ku
bahkan serasa aku ingin berhenti saja disini. Mengapa tak ada yang benar-benar
menyuport dan mendampingi ku saat ini? Orang tua hanya tau mengirimi ku
belanja. Dan aku dibiarkan menghadapi segalanya sendirian. Ntah akan jadi apa
aku ini dan ntah bagaimana nasib ku nanti? Jika saat ini saja tidak ada yang
bisa melihat keberadaan ku. Terlalu banyak gemelut hati yang harus aku fikirkan
sendiri dibelakang mu dan kamu tak pernah mengetahui itu dari ku.
Aku teringat, dulu tahun-tahun pertama dan kedua kuliah ku,
setiap aku pulang kampung aku selalu mendapat pertanyaan dari salah seorang
mamak ku mengenai dia. Mamak ku sering sekali bertanya “masihkah kamu dengannya Indah? Benar dia mau pada mu, coba Tanyakan
betul dulu padanya, kita seperti inilah adanya, orang tua bagaimana, keluarga
bagaimana, kita bukan orang berpunya!” Aku hanya menjawab dan meyakinkan
semua orang yang ada di sana ketika itu “masih
mak, insyaallah” dengan bangganya aku memastikan pada mereka bahwa cinta
kita buta sehingga status sosial tidak dipersoalkan. Tapi pernyataan istilah cinta itu buta adalah sebuah pernyataan
klise yang pada kenyataannya mungkin baru saat ini aku menyadari bahwa status
sosial yang jauh dari berada, keluarga yang berantakan, hidup ku yang
sendirian, dan dengan kuliah yang belum aku selesaikan ternyata membuat
orang-orang tak mampu memandang ku, semena-mena dan tak menghargai ku yang
lambat laun membuat orang-orang itu menjauhi ku termasuklah diantaranya adalah
dia.
Mungkin ia dia belum merencanakan kapan kami akan mengarungi
rumah tangga berdua tapi yang sedang berseteru saat ini adalah hati yang
esoknya telah ia niati untuk membawanya mengarungi rumah tangga bersama, yang
berarti dia telah memilih tulang rusuknya, dan apakah sampai hatinya menyakiti
tulang rusuknya sendiri? Ini mungkin bukan perkara yang ingin dia bahas bersama
ku karena menurutnya ia masih belum ingin terikat dengan siapa-siapa saat ini
dan mungkin pula untuknya perkara ini bukan hal serius yang penting untuk
diselesaikan karena tak membebani dan mempengaruhi hari-harinya namun justru
sebenarnya untuk ku perkara ini menjadi hal yang serius dan penting untuk
diselesaikan karena sudah sangat menyulitkan hari-hari ku. Tapi bolehkah aku
bertanya dari lima tahun menjalani hubungan ini bersama, suka, duka, susah,
senang dan aku melihat dia menikmati status yang berjalan diantara kami kenapa
baru sekarang memutuskan untuk menjauhi ku dengan alasan bosan dan belum ingin
terikat lalu memutuskan menggantungkan hubungan ini kepada ku, kenapa tidak
dari dulu saja? Jika LDR mampu merubah rasa bukankah sudah sering sebelumnya
LDR kenapa tak ketika itu saja? Hei
kekasih ku sejujurnya aku tak sekuat yang kamu lihat, kadang timbul juga jenuh
ku saat kerinduan ku tak terbalas, saat diskomunikasi terus berlanjut, saat aku
melihat kamu tak lagi mau berjuang bersama ku, saat aku melihat kamu sudah tak
lagi menginginkan aku, tak mencintai ku, tak menyayangi ku, tak memperdulikan
aku, dan saat aku melihat kamu bisa bahagia tertawa menghabiskan waktu hingga
pagi dengan teman-teman mu namun tak mampu meluangkan waktu sekedar lima menit
untuk mengabari ku atau sekali saja mengirimi ku pesan tak bisa sehari sekali
mungkin tiga hari sekali atau lima hari sekali semua hal itu kerap menumbuhkan
jenuh pada ku, yang terkadang membuat aku merasa ingin berhenti dan ikut
menjauh dari mu. Tapi tiba-tiba aku bertanya pada diri ku sendiri, sejak kapan
sikap mu seperti ini pada ku? Sudah dari delapan bulan yang lalu! Dan pribadi
mu yang cuek tapi perduli itu sudah sejak kapan pula? Sudah dari dulu sekali!
Lantas kenapa baru kali ini aku ingin berhenti, menyerah dan ingin ikut menjauh
dari mu? Disanalah aku berfikir setiap orang punya kebosanannya sendiri tapi
mendewasakan diri adalah cara terbaik untuk menyikapinya.
Tidak ada asap jika tidak ada api, pernyataan yang satu ini
bukan klise menurut ku. Aku sadar sekali pasti ada penyebab kenapa dia
tiba-tiba berubah, dingin, dan menjauh dengan berbagai alasan. Hanya saja untuk
yang satu ini aku malas menerka-nerka sendiri. Itulah kenapa aku lebih
menyudutkan kesedihan ku disini karena memang kesedihan ku memuncak oleh
situasi ini. Hari itu 20 Maret yang lalu tepatnya hari Jumat pagi. Setelah dia
menunda-nunda keberangkatannya, pada akhirnya dia tetap harus berangkat meninggalkan
ku di kota ku. Sedih sekali rasanya aku, perkara besar itu ternyata
menghantarkannya ke negeri itu. Aku memang sempat down sama seperti orang-orang
yang dia kecewakan ketika itu, tapi aku berusaha menahan diri untuk tidak
memojokinya. Menurut ku setiap orang melakukan kesalahan apapun bentuknya
termasuk berbohong pasti punya alasannya masing-masing dan cukuplah masalah itu
yang menyulitkannya jangan sampai reaksi ku yang sebenarnya kecewa, sedih dan
down ini ikut menyulitkannya. Dengan iklas aku mengantarkannya ke bandara
pagi-pagi itu. Sendiri dari kos aku mencoba menelepon taksi. Memberanikan diri
menjemputnya ke kosnya pagi itu. Sesampai dibandara sebelum keberangkatannya
aku sempat menyalaminya dan ia mengecup lembut kening ku, rasanya air mata ku
larut tapi kedalam. Hingga ia beranjak meninggalkan ku aku masih menatap
kearahnya. Aku melepaskannya saat itu dengan iklas seperti apa yang ia katakana
pada ku ia ingin memperbaiki keadaannya, mencari pekerjaan sebelum nantinya
mapan agar bisa menghalalkan aku karena ia mengatakan akan malu jika sudah
berkeluarga tapi masih minta pada orang tua. Aku masih ingat perkataannya ini
karena memang aku menscreen percakapan kami yang ini. Tapi 6 bulanan disana
tiba-tiba hari itu 14 oktober 2015 magrib pintu kos ku diketuk oleh seseorang
dan ketika ku buka SURPRAISSSS itu adalah dia kekasih yang aku fikir tidak akan
kembali lagi. Alhamdulillah, ketakutan ku, kerinduan ku, terbalas dengan rasa
syukur ku. Ia memutuskan untuk kembali dan tak mengunjungi kota itu lagi. Ia
kembali dengan keadaan baik-baik saja dan sehat wal alfiat. Ada satu hal yang
aku sadari ketika itu, dari kotanya sebenarnya ia bisa langsung landing ke
Jambi tempat kakaknya tapi hari itu ia memilih landing di kota ku baru dari
kota ku beranjak dengan bus menuju kota kakaknya dan yang pasti pilihannya itu
hanya untuk menemui ku. Aku yang ketika itu sering kali berharap ia akan
tiba-tiba pulang kekota ku lagi dan mengetuk pintu kos ku ternyata tuhan
mengabulkannya. Hingga kepulangannya dari kota itu, aku masih melihat ia
sebagai kekasih yang masih sama seperti awal aku mengenalnya. Dan selang
beberapa hari ia sudah harus meninggalkan kota ku untuk menuju kota seberang
tempat dimana ia akan menetap selanjutnya di kota kakaknya. Tapi keadaan
sedikit bermasalah hari itu. Ia kekurangan ongkos untuk berangkat dan aku
dengan kepulangannya ke kota ku yang tiba-tiba membuat aku tak menyiapkan uang
lebih saat itu. Namun mengingat kakaknya sudah lama menunggu disana akupun
menawarkan untuk ia menggunakan uang belanja ku dulu saja. Dan saat
keberangkatanpun aku tak tau jika loket bus yang akan ia naiki begitu jauhnya
dan memang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Tapi karena tak ada yang bisa
mengantarkannya malam itu aku memberanikan diri mengantarkannya ke loket malam
itu. Aku menyalaminya meletakkan punggung tangannya kekepala ku seperti biasa.
Sampai pada keberangkatannya ia pesan pada ku untuk hati-hati pulang kekos dan
meminta ku melewati jalan saat pergi tadi karena ia membawa ku kearah jalan
yang lurus ketika itu agar aku mudah mengingatnya. Hingga saat mobil telah
berangkatpun ia menelepon ku sebab aku sedikit terlambat mengabarinya jika aku
telah sampai dikos saat itu karena aku sempat mengantri mengisi bensin dulu.
Ternyata ia menghawatirkan aku takut-takut aku yang rabun ini tersesat. Dan
ternyata malam itu adalah terakhir aku melihat dan merasakan langsung
kebahagiaan yang sudah bertahun-tahun tercipta diantara kami. Karena pada saat
ini kenyataan pahit harus aku alami.
Sepertinya ia mulai menikmati dunia barunya disana. Tapi aku bahagia
karena saat ini ia sudah tak lagi sendiri sehingga tak lagi aku yang ia telepon
saat merasa sepi ia sudah bisa bermain bersama teman-temannya disana, untuk
urusan makan juga sudah ada yang menyiapkan disana yaitu kakaknya, begitupun
untuk kebutuhan yang lainnya kakaknya sudah banyak membantu. Yang paling
menyenagkan ku, kekasih ku itu kini sudah bekerja, ia mendidik bagian dari
penerus bangsa ini. Ya, ia sudah mengajar disebuah SMP dikota kakaknya. Dia
jadi punya kesibukan yang bermanfaat dan berguna yang pasti ia telah memiliki
pekerjaan karena seperti yang ia pernah bilang pada ku sebelum ia mengunjungi
kota itu (Batam) dulunya yaitu apapun pekerjaannya asalkan halal akan ia coba.
Akupun selalu menasehatinya bahwa segala hal yang besar selalu dimulai dari hal
yang kecil karena rezeki itu bisa muncul dari sudut yang tak disangka-sangka,
maka teruslah berusaha dan berdoa.
Aku menyadari sekali bahwa sebenarnya yang sulit untuk aku
terima saat ini adalah melupakan semua kenangan, bagaimana mungkin bisa. Selama
ini aku terbiasa selalu bersamanya. Tiga tahun berkuliah di perantauan aku
selalu ditemani olehnya. sehingga 3 tahun kuliah di sanapun aku masih belum
bisa menghafal arah-arah jalan dikota itu. hal itu dikarenakan saat dia ada
bersama ku selalu ia yang mendampingi ku sehingga saat ia tak ada di kota ku
aku menjadi seseorang yang benar-benar tak tau apa-apa. Saat aku mencoba
melangkah bepergian sendirian tetap saja sepertinya aku ingin kembali
kebelakang ada saja kenangan yang terlihat oleh ku di sepancang perincian
jalan. Terlalu banyak kenangan dan kebahagian yang telah dilalui berdua namun
aku tak mengira jika yang ia ingat justru bukan kebahagiaan itu sehingga aku
melihat dengan mudahnya ia melupakan ku. jika memang yang ia ingat dari ku
justru adalah segala kesalahan ku maka bolehkah aku kembali bertanya : Pernahkah ia berbuat salah pada ku? pernah!
Apa yang respon ku atas kesalahnnya bahkan setiap kali ia mengulangi kesalahan
yang serupa? mengerti, memahami, menyelesaikan, memaafkan, dan kembali seperti
biasa! Lalu mengapa kali ini saat ia merasa aku salah ia justru membalas hal
yang berbeda? Entah apa yang telah menutup hati nuraninya, aku tak tau.
Tapi pada intinya yang aku butuhkan saat ini adalah terbiasa. Terbiasa dengan
segala hal yang akan terus membayangi hari-hari ku.
Ya allah ya tuhan ku yang maha membolak balikkan hati
manusia. Dengan segala kerendahan hati aku memohon dan menghiba kepada mu
mengharapkan belas kasih mu. Lembutkanlah yang keras itu, lunakkanlah yang
kokoh itu, padamkanlah yang membara itu. Serta limpahkanlah kesabaran,
keiklasan, dan kekuatan kepada ku dalam menyikapi gemelut hati ini. Aku percaya
atas kuasamu. Maka angkatlah kesedihan ku. Gantikan kembali dengan kebahagiaan
seperti dulu. Aku merindukannya. :’(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar